Mengantisipasi Disintegrasi, Merekatkan Ukhuwah
Indonesia, negeriku tercinta yang tengah digoyah agar pecah belah. Ya, disintegrasi lagi dan lagi mengincar negeri ini. Dulu, RMS (Republik Maluku Selatan) sampai menjadikan Timor Timur lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Aceh pun dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka)-nya sampai baku hantam angkat senjata. Kini gejolak OPM (Organisasi Papua Merdeka) pun kembali menggeliat.
Walhasil, riak-riak disintegrasi di negeri ini bagai api dalam sekam. Sewaktu-waktu tampak tenang, tapi tiba-tiba bisa jadi kobaran api yang kian membesar, nyaris sulit dipadamkan.
Disintegrasi menjadi momok yang menghantui negeri ini. Lantas apa dan siapa penyebabnya? Mestilah kita sebagai seorang WNI sekaligus sebagai seorang Muslim yang berkewajiban menjaga ukhuwah untuk mengetahui.
Tidak dipungkiri bahwa negeri ini sarat intervensi pihak Asing juga Aseng. Jika merunut lepasnya Timor Timur di sana kita akan menemukan buktinya. Pihak asing yang tidak lain Imperialis Barat, beroperasi cantik dengan segala taktik.
Sebelum disintegrasi terjadi, kaum Imperialis terlebih dulu mencekoki nilai-nilai yang berkembang di masyarakat dalam rangka brain wash (cuci otak). Pemahaman-pemahaman yang lekat di masyarakat seperti nasionalisme, patriotisme, primordialisme, juga sukuisme dibuat lebih menonjol dan sensitiv.
Misalnya, yang terjadi pada masyarakat Papua, diasumsikan akan lebih baik jika berdikari sendiri dengan alasan fisik juga sejarah yang berbeda dengan saudara sebangsa di wilayah Indonesia bagian lainnya.
Ditambah lagi indikasi campur tangan Asing untuk membantu separatisme Papua, tampak sejak hadirnya Sekretaris I Kedubes Amerika pada Kongres Papua serta kehadiran utusan Australia, Inggris, dan negara asing lainnya yang berpartisipasi dalam kongres Rakyat Papua pada 29 Mei s.d. 4 Juni 2000 (Kompas, 06/06/2000).
Pun dulu yang dihembuskan sebelum Timor Timur lepas. Diopinikan bahwa Timor Timur hanya akan menjadi “duri dalam daging”. Adanya membebani negeri karena provinsinya yang miskin. Padahal sejatinya asumsi dan opini tersebut merupakan hal yang tidak pada pokoknya.
Bahkan sebagai seorang Muslim, kita pun mendapati bahwa Imperialis Barat bukan hanya menggoyah di negeri ini saja. Namun juga telah mampu mengobrak abrik ukhuwah di Turki Utsmani pada abad 19. Negara kepemimpinan Islam yang menerapkan hukum dari Al-quran dan As-sunah. Kafir imperialis menghembuskan opini bahwa beban Turki terlalu berat jika harus memimpin dan mengurusi bangsa selain Turki. Padahal sejatinya kepemimpinan Islam itu tak mengenal ras, suku, budaya, bahkan batas teritorial. Semuanya satu padu jika pengurusannya baik.
Begitu jelas bahwa disintegrasi adalah satu di antara taktik Imperialis untuk mengokohkan posisinya di negeri ini dan negeri Muslim lainnya. Mereka berambisi dan terobsesi menguasai negeri-negeri Kaum Muslim, termasuk Indonesia. Karena negeri Muslim kaya berlimpah ruah sumber daya alamnya.
Ini masalah serius untuk segera diatasi. Jika berlarut dan menunda-nunda tentu saja akan berakibat fatal. Bahkan menjadi sebuah keharaman jika disintegrasi diamini. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt.
“Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada kaum kafir untuk memusnahkan kaum Mukmin.” (Q.S. An-Nisa:141)
Sebagai antisipasi agar disintegrasi tidak semakin menggejala. Maka sudah seharusnya kita selalu bersikap waspada. Seluruh komponen bangsa, khususnya umat Islam di negeri ini merapatkan barisan, merekatkan ukhuwah Islamiyah. Mewaspadai segala rupa intervensi dan konspirasi pihak asing juga aseng yang berkepentingan di negeri loh jika di ini.
Bersatunya umat dalam menghadapi makar sekaligus mengokohkan perjuangan umat dalam mempertahankan persatuan merupakan sebuah keharusan. Semakin menyadarkan umat bahwa perpecahan akan memperlemah posisi umat di mata penjajah. Kondisi semacam inilah yang diharapkan imperialis Aseng dan Asing.
Begitu pun kita menyeru kepada elit politik yang telah diamanahi menjaga persatuan, para jenderal, prajurit Muslim juga polisi Muslim. Bertugaslah semata-mata untuk kemaslahatan umat, bangkitlah untuk menjaga keutuhan negeri kaum Muslim. Sejengkal pun tak boleh dirampas, apalagi sampai memisahkan diri dari negeri ini.
Sejatinya persatuan umat dalam ukhuwah Islamiyah akan terwujud jika bangsa ini memahami bahwa Islam yang dianutnya bukan semata agama, tapi juga sebuah pandangan hidup yang mulia. Adanya menyatukan bangsa, suku, budaya yang berbeda. Plural itu anugerah, bukan fitnah.
Syariatnya mampu mengatur umat lintas agama. Mampu mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin, sukses mendamaikan Kaum Aus dan Khajraj yang bertikai turun temurun. Berkacalah pada teladan Rasulullah Saw. saat menerapkan Islam kaffah di Madinah. Penganut Yahudi, Nasrani, Islam hidup rukun berdampingan. Sehingga tak ada solusi lain untuk masalah disintegrasi, kecuali kembali merujuk kepada Kitabullah dan sunah Rasulullah. Menerapkannya dalam kepemimpinan Islam.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (QS Ali Imran:103)
Wallahu a’lam bishshawaab
Ammylia Rostikasari, S.S.
(Komunitas Penulis Bela Islam)