NUIM HIDAYAT

Mengapa Cita-Cita Negara Islami Harus Dihancurkan?

Kaum Muslim tentu ingin menjadikan negerinya Islami. Bila ada tokoh Islam atau kaum Muslim yang ingin negaranya sekuler, maka patut ditanya tentang Keislamannya. Siapapun Muslim yang memahami Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad Ulama yang Salih, maka tentu ingin aturan yang mengatur negerinya adalah aturan yang dijiwai nilai-nilai Islam. Karena ia telah merasakan kenikmatan dari aturan Ilahi ini. Bila ia tidak menginginkan aturan negeri ini sesuai dengan nilai Islam, maka berarti ia belum merasakan kenikmatan Islam.

Apalagi bila ada kelompok Muslim bekerja sama dengan kelompok sekuler menghancurkan cita-cita negeri Islami ini, berarti ia telah mengkhianati Islam. Karena mayoritas kaum Muslim kini faham bahwa upaya untuk menjadikan negeri Indonesia Islami adil makmur ini harus dilaksanakan secara konstitusional dan dengan jalan damai.

Tokoh-tokoh Islam sejak masa kemerdekaan dulu telah memperjuangkan hal ini. Karena mereka faham ini adalah amanat dari Wali Songo dan para Ulama yang telah berhasil mengislamkan 90% penduduk Indonesia. Tanah air ini sebenarnya adalah penyatuan dari kerajaan-kerajaan Islam di masa lalu, seperti : Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Demak, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, Kerajaan Tidore, Kerajaan Ternate dan lain-lain.

Maka mantan Perdana Menteri RI Mohammad Natsir mengingatkan, ”Kita mengharapkan Pancasila dalam perjalanannya mencari isi semenjak ia dilancarkan itu, tidaklah akan diisi dengan ajaran yang menentang Al-Qur’an, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging bagi sebagian terbesar dari bangsa kita ini. Dan janganlah pula ia dipergunakan untuk menentang kaidah-kaidah dan ajaran yang termaktub dalam Al-Qur’an itu, yaitu induk serba sila, yang bagi umat Muslim Indonesia menjadi pedoman hidup dan pedoman matinya, yang mereka ingin sumbangkan isinya kepada pembinaan bangsa dan negara, dengan jalan-jalan parlementer dan demokratis.”

Maka kampanye anti negara Islami yang marak belakangan ini, tujuannya adalah untuk membuat citra buruk negara Islam. Untuk menakut-nakuti, lihat tuh Timteng negara Islam perang melulu.

Kini sudah banyak peneliti yang meneliti perbedaan Muslim Indonesia dengan Muslim Timur Tengah. Muslim Timur Tengah punya karakter yang sedikit berbeda dengan Muslim Indonesia. Meski tidak bisa digeneralisir. Mungkin lebih tepat karakter pemimpin-pemimpinnya. Bila disana pertarungan pemikiran sering berujung pada peperangan, maka di tanah air, pertarungan pemikiran seringkali berujung pada musyawarah. Dan inilah yang sebenarnya dikehendaki Al-Qur’an. Dalam musyawarah ini, Buya Natsir menjelaskan bahwa semua bisa dimusyawarahkan, kecuali yang bertentangan dengan nilai Islam.

Indonesia sebenarnya adalah negara Islam atau negara Islami. Karena mayoritas penduduknya Islam dan Pancasila di dalamnya penuh dengan visi Islam. Meski demikian, Pancasila adalah sebuah konsep. Konsep adalah ‘barang mati’ tergantung para pelakunya/pemimpinnya. Dulu di zaman Soekarno, Pancasila ditarik ke kiri. Di zaman Soeharto dan setelahnya ditarik ke kapitalis. Melupakan asas kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pernyataan tanah air adalah negeri Islami ditolak oleh kelompok sekuler. Mereka menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara Pancasila bukan negara Islam atau negeri Islami.

Pertarungan pemikiran tentang di negeri ini akan terus berlangsung.

Maka bila kaum Muslim -sebagaimana Partai Masyumi dan Partai NU dulu- memperjuangkan nilai-nilai Islam di tanah air adalah hal yang wajar. Kaum Muslim ingin menjadikan negeri Indonesia ini menjadi negeri besar, negeri Islami teladan. Negeri Islami damai, adil makmur. Sebagaimana Amerika kini menjadi negeri teladan bagi negara-negara sekuler.

Maka hancurkan cita-cita, hancurkan visinya, bila engkau ingin orang atau kelompok itu menjadi boneka atau zombie.

Walhasil, pertarungan di negeri ini atau di dunia ini soal kepemimpinan. Dan kata pepatah ikan busuk dari kepalanya. Jadi kalau sebuah negeri atau dunia kini krisis, lihatlah pemimpinnya.  Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Penulis Buku Islam.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button