Mengapa Muhammadiyah Emoh Memilih Jokowi?
Kemudian muncul gagasan kebijakan dari Mendagri Tjahjo Kumolo (PDIP) tentang penghapusan kolom agama di KTP yang menuai banyak kecaman. Gagasan ini selain menggambarkan ketakpahaman Mendagri tentang Pancasila yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Mahas Esa, juga menggambarkan tak sensitifnya terhadap posisi umat Islam di Indonesia.
Salah satu maqasid al-syariah adalah hifzhu al-din (perlindungan hak beragama) yang dalam wacana pemikiran Islam memang disebutkan di antaranya kebebasan “menampakkan” dan “menyembunyikan” agama. Indonesia bukan negara sekular seperti di Barat yang memilih membuat kebijakan “menyembunyikan” agama warga negaranya, tapi Indonesia adalah negara Pancasila yang religius yang lebih memilih “menampakkan” agama sebagai perwujudan simbolik dari religiusitas warga negaranya. Dengan prinsip ini, aneh ketika ada upaya untuk menghapus kolom agama di KTP.
Belum lama muncul kasus pembakaran “bendera tauhid”. Mau ditafsir apa pun, pembakaran bendera tersebut telah menyinggung perasaan mainstream umat Islam, yang tergambar dari aksi-aksi yang dilakukan oleh umat Islam di banyak daerah, termasuk pelampiasan melalui Reuni Aksi 212.
Anehnya, menyikapi pembakaran bendera tauhid ini, tak ada satu pun partai pendukung Jokowi yang mereaksi secara keras atas pembakaran bendera tauhid tersebut. Yang ada justru sikap sebaliknya yang cenderung mendukung pembakaran bendera tauhid tersebut.
Berikutnya pernyataan seorang ketua umum partai pendukung Jokowi soal penolakan atas Perda Syariat. Sebenarnya tidak ada nomenclature Perda Syariah. Yang ada perda yang berisikan hukum-hukum agama (syariat). Dalam konteks negara Pancasila yang pasal 29 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945-nya berbunyi, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, apanya yang salah dari produk hukum yang berisikan hukum-hukum agama?
Justru seharusnya produk hukum dalam negara Pancasila itu harus senafas dan tidak boleh bertentangan dengan agama, terlebih produk hukum yang berkenaan dengan wilayah publik.
Produk hukum atau kebijakan yang memotong semua jenis subsidi itu bukan hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, tapi juga bertentangan dengan Pancasila yang Sila kelimanya berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Harusnya partai-partai pendukung Jokowi kritis terhadap produk-produk atau kebijakan politik yang demikian.