OPINI

Mengapa Muhammadiyah Emoh Memilih Jokowi?

Sejak menjabat sebagai Presiden Indonesia, entah sudah berapa kali, Presiden Jokowi menghadiri acara-acara yang digelar Muhammadiyah. Rasanya hanya Presiden Jokowi yang paling sering menyambangi acara-acara Muhammadiyah. Terakhir, Kamis, 6/12 Jokowi menghadiri Peringatan Seabad Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Jumat, 21/12 Apel Milad Seabad Gerakan Kepanduan Hisbul Wathan Muhammadiyah.

Sebagai petahana yang masih mempunyai peluang untuk menjabat kembali sebagai presiden, Jokowi tentu berharap bahwa kehadirannya di acara-acara Muhammadiyah akan membawa efek elektoral di lingkup warga Muhammadiyah, sesuatu yang wajar, bahkan sangat wajar. Sulit menyebut bahwa kedatangan Jokowi semata karena bentuk perhatiannya terhadap Muhammadiyah.

Namun, dari blusukan saya dan teman-teman Muhammadiyah lainnya yang kebetulan menjadi calon legislatif di basis-basis Muhammadiyah, termasuk perbincangan dengan elite-elite Muhammadiyah di lingkup lokal, baik PDM (kabupaten/kota), PCM (kecamatan), maupun PRM (desa/kelurahan), rasanya berat kalau Jokowi berharap ada efek elektoral dari warga Muhammadiyah pada Pilpres 2019.

Kenapa warga Muhammadiyah cenderung emoh (enggan) memilih Jokowi? Setidaknya ada dua alasan mendasar. Pertama, faktor Jokowi sendiri. Banyak warga Muhammadiyah yang menilai bahwa Jokowi sejujurnya belum, untuk tidak mengatakan tidak pantas menjabat sebagai presiden. Bahkan sebagian warga Muhammadiyah ada yang menyebut pencalonan Jokowi menjadi presiden terlalu dipaksakan dan penuh rekayasa politik. Sama sekali tak memperhatikan kapabilitas yang dimiliki Jokowi.

Penilaian warga Muhammadiyah ini ditambah dengan terlalu seringnya Jokowi tampil di publik yang tidak menampilkan citra dirinya seperti layaknya seorang presiden semakin mempekuat penilaian atas ketaklayakan Jokowi menjadi presiden. Tampilan Jokowi saat peringatan Hari Pahlawan yang bersepeda dan mengenakan pakaian ala pejuang kemerdekaan “tempo doeloe” rasanya salah kostum. Untuk meneladani semangat perjuangan para pahlawan tak harus seorang presiden berdandan bak siswa SMP yang tengah mengikuti karnaval agustusan.

Sebagai seorang presiden, Jokowi tentu boleh mempunyai hobi tertentu, seperti naik sepeda motor atau hobi dengan jenis musik tertentu. Namun kalau terlalu sering mempertontonkan hobinya di hadapan publik, rasanya publik justru semakin tak bersimpatik.

Faktor pertama ini sebenarnya tidak terlalu fundamental. Harapannya, kapabilitas Jokowi yang tekor masih bisa tertutupi oleh tampilan menteri-menteri Jokowi yang diharapkan bisa menutupi kelemahan Jokowi. Namun kenyataannya, Jokowi seperti dibiarkan berjalan sendiri dengan segala ketakmampuannya.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button