Mengapa Perlu Ada Nabi?
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam turun di tengah-tengah bangsa Arab yang saat itu pembunuhan, perampokan, minuman keras, perjudian marak di sana.
Kehidupan telanjang laki-laki dan perempuan adalah hal biasa. Mereka pun tunduk dan menyembah kepada patung atau batu-batu yang mereka kira sebagai Tuhan atau jalan menuju Tuhan. Saat itu disana tidak ada budaya tulis menulis. Perpustakaan sama sekali tidak ada di sana.
Rasulullah turun di tengah-tengah bangsa yang tidak ada budaya tulis baca. Rasulullah pun tidak bisa tulis dan baca (ummi).
“Tetapi adatnya, akhlaknya, tingkah lakunya dan pemikiran-pemikirannya adalah berbeda sama sekali dengan adat, akhlak, tingkah laku dan pemikiran-pemikiran kaumnya. Ia tidak pernah berdusta dalam perkataannya dan tidak pernah mengganggu seseroang dengan lidah dan tangannya. Adalah ia seorang yang lemah lembut perangainya, pandai membawa diri dalam pergaulannya dan manis tutur sapanya. Tiap-tiap orang yang satu kali pernah duduk bersama dia, pasti mencintainya dan terikat kasih tersangkut sayang kepadanya. Ia tidak pernah mengambil sesuatu dari seseorang meskipun barang itu remeh dengan jalan yang tidak baik.Ia memiliki bagian yang besar dari kejujuran, kebenaran dalam berkata-kata dan kesucian, yang menyebabkan banyak di antara putera-putera kaumnya yang mengamanatkan harta benda mereka yang berharga kepadanya. Ia memeliharanya sebagaimana ia memelihara dirinya dan hartanya. Orang banyak bersandar kepadanya dan kepada keamanatannya, hingga ia digelari mereka dengan al amin…”
Selain itu Rasulullah adalah orang yang suci hatinya, cerdik dan cerdas otaknya. Ia benci kepada penyembahan berhala dan patung, padahal ia hidup turun temurun di kalangan mereka. Ia tidak pernah bertunduk kepada makhluk. Ia menyaksikan masyarakatnya dalam kejahilan, sehingga ketika ia berusia 40 tahun ia mulai keluar dari Makkah untuk mensucikan dirinya, mengasingkan dirinya dari kegelapan yang telah menyelubungi masyarakatnya. Hingga akhirnya wahyu turun kepadanya di Gua Hira’.
Dan kemudian ia mengajak bangsanya untuk menyembah Tuhan yang satu, yaitu Allah. Mengajak mereka melakukan amal shaleh, menghindari pembunuhan sesama, menjauhi pelacuran-minuman keras-perjudian dan hal-hal yang diharamkan Allah Subhanahu Wata’ala. Perkataannya pun cerdas dan mengagumkan luar biasa. Lafazh-lafazh Al-Qur’an yang diucapkannya adalah puncak kefasihan bahasa.”
Itulah Nabi Muhammad. Yang mengubah masyarakat yang bodoh, menjadi masyarakat yang cerdas. Masyarakat yang menghinakan perempuan, menjadi masyarakat yang memuliakan perempuan. Mengubah masyarakat yang berakhlak buruk menjadi masyarakat yang berakhlak mulia. Masyarakat yang menyembah berhala, menjadi masyarakat yang menyembah Tuhan yang sebenarnya, Allah SWT. Wallahu alimun hakim. []
Nuim Hidayat, Direktur Akademi Dakwah Indonesia Depok