Mengapa Saya Lebih Percaya Anies Daripada SBY/Demokrat?
Untuk memutuskan sesuatu, sejak kecil saya tidak biasa ikut-ikutan. Saya terbiasa mandiri dalam mengambil keputusan. Hingga bapak ibu saya percaya dengan saya. Karena disamping rajin belajar, alhamdulillah saya juga rajin ngaji dan juga suka membantu orang tua. Saya suka nyapu dan ngepel di rumah untuk membantu ibu.
Hingga dewasa pun saya biasa mandiri dalam mengambil keputusan. Saya suka mendengar masukan dari orang lain. Meskipun nanti masukan itu belum tentu saya ikuti.
Alhamdulillah karena kemandirian yang ditanamkan orang tua sejak kecil ini akhirnya saya bisa memegang jabatan sebagai Ketua Forum Mahasiswa Islam Padangan-Bojonegoro, Ketua Dewan Da’wah Depok dll.
Saya senang dengan organisasi dan kepemimpinan. Meskipun yang saya emban kepemimpinan dalam level yang kecil. Saya senang berhubungan dengan orang.
Alhamdulillah setelah lulus dari IPB, saya bisa menjadi wartawan. Wartawan majalah Media Dakwah milik Dewan Da’wah yang kini sudah ‘almarhum.’
Menjadi wartawan maknanya menjadi orang merdeka. Kita bisa berhubungan dengan orang dan menulis sesuai dengan ide dan keyakinan kita. Tahun 2000, saya menjadi reporter media berpolitik.com yang saat itu dibiayai oleh Setiawan Jodi. Pengusaha minyak terkemuka.
Tahun 2001 berpolitik.com ‘almarhum.’ Saat itu tiba tiba ada beberapa wartawan ngumpul dan ngomong tentang pendaftaran S2 di UI. Saya pun tertarik mengikutinya. Saya akhirnya kuliah di Program Kajian Timur Tengah dan Islam.
Tujuan saya ikut S2, selain ingin menambah ilmu, juga ingin memperbaiki nilai S1 yang amburadul. Saya ingin buktikan bahwa saya bisa belajar dengan baik dan mendapat nilai yang baik. Alhamdulillah berhasil.
Ketika S2 saya menulis tesis tentang Sayid Qutb. Diterbitkan oleh Gema Insani dengan judul “Sayid Qutb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya.”
Seorang profesor dari Malaysia pernah diskusi dengan saya tentang Sayid Qutb ini. Ia mulanya tidak suka Qutb. Tapi setelah saya beri buku saya, akhirnya ia memahami Sayid Qutb.
Dan setelah membaca buku buku saya, ia berkesimpulan bahwa saya itu tahu orang. Mungkin kesimpulan profesor itu terlalu berlebihan kepada saya. Bahkan ia mengatakan yang lebih dalam lagi, tapi biarlah saya, profesor dan Allah yang mengetahuinya.
Tahun 2014, saya aktif lagi sebagai wartawan. Saat itu saya menjadi redaksi Tabloid Suara Islam. Tabloid itu tabloid politik. Dipimpin teman saya, mantan pemimpin redaksi Media Dakwah, Aru Syeif Assadullah. Kini ia almarhum.