Mengelola Masjid seperti CEO: Ikhtiar Baru Kebangkitan Umat dari Zona Madina

Ia juga mencontohkan indikator-indikator masjid yang dikatakan professional laporan keuangan transparan, program kerja yang terukur, database jamaah yang aktif, hingga pelayanan yang ramah dan inklusif.
“Kalau masjid sepi dari anak muda, itu bukan salah anak muda. Bisa jadi program kita tidak menyapa mereka,” tambahnya.
Tidak Sendiri, Masjid Perlu Kolaborasi Antar-Pengurus
Materi kedua tak kalah menarik. Ustaz H. TB Irwan Kurniawan, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Bogor, mengangkat tema “Relasi dan Hubungan Antarmasjid.” Menurutnya, banyak masjid hari ini berjalan sendiri-sendiri. Padahal, di tengah tantangan zaman, kolaborasi adalah kunci.
Ia mencontohkan bagaimana masjid bisa saling bantu dalam hal program, logistik, bahkan tenaga dakwah.
“Bayangkan kalau satu masjid ada ustaz yang ahli parenting, satu lagi punya relawan literasi, lalu mereka bikin program bareng. Efeknya akan luar biasa,” katanya sambil tersenyum.
Ia mengajak peserta untuk tidak hanya berpikir lokal, tapi juga membangun jaringan. Karena, menurutnya, semangat berjamaah seharusnya tidak berhenti di shaf salat, tapi juga dalam pengelolaan masjid.
Sesi terakhir dibawakan oleh sosok yang sehari-hari mengurus langsung Masjid Al-Madinah, tempat pelatihan ini berlangsung: Ustaz Jabaludin. Ia menyampaikan materi berjudul “Konsep Masjid Ramah Keluarga.” Materi ini menjadi semacam penutup yang menyentuh sisi emosional.
“Masjid bukan hanya untuk bapak-bapak. Masjid harus jadi ruang tumbuh bersama. Harus ramah pada ibu menyusui, anak kecil, dan lansia,” katanya.
Ia pun memaparkan bagaimana Masjid Al-Madinah berbenah mulai dari menyediakan loker jamaah, ruang bermain anak, ruang menyusui, hingga toilet ramah lansia. Bukan proyek mewah, tapi hadir dari semangat untuk membuat masjid kembali menjadi rumah bagi semua.
Total peserta yang hadir dalam pelatihan ini adalah 55 orang. Mereka datang dari berbagai penjuru Bogor dengan semangat belajar yang luar biasa. Sepanjang pelatihan, diskusi berlangsung hangat, ide-ide bermunculan, dan relasi antar-masjid mulai terjalin.
Akhir sesi, setiap peserta diberikan sertifikat dan diajak menyusun rencana tindak lanjut yang bisa diaplikasikan di masjid masing-masing.
Langkah Masjid Al-Madinah melalui pelatihan ini bisa dibilang sederhana, tapi efeknya menjalar dalam. Ketika masjid mulai dikelola seperti organisasi modern, dengan pendekatan yang transparan dan inovatif, umat pun akan merasakan manfaatnya secara langsung. Anak-anak betah, orang tua merasa dihargai, dan generasi muda merasa punya tempat pulang.[]
Adipatra Kenaro Wicaksana