Menggoreng Isu Radikalisme di Tengah Kelangkaan Minyak Goreng
Dengan modal besar, mereka mampu memberikan dana untuk penguasa menuju kursi singgasananya.Wajar akhirnya penguasa tak mampu berkutik di hadapan para kapital. Dari sini, praktik oligopoli pun dimainkan.
Hingga ketika Tim Satgas Pangan Provinsi Sumut menemukan adanya tumpukan minyak goreng yang tidak diedarkan dan hanya disimpan di dalam gudang. Hanya bisa menerima alasan si pengusaha bahwa minyaknya akan digunakan untuk mengolah mi instan. Tak berani mengambil sikap lebih.
Atau ketika para petugas partai politik yang demi pencitraan jelang pemilu, sok bagi-bagi minyak goreng. Mulai dari ratusan liter hingga sepuluh ton minyak goreng. Padahal minyak goreng sedang langka dan mahal. Dapat dari mana para petugas partai itu? Dari mana kalau bukan pengusaha. Dengan harga yang sudah disubsidi pemerintah, pengusaha dapat cuan, partai dapat pamor, rakyat dapat kelangkaan minyak goreng.
Satu hal lagi, minyak goreng mahal karena harganya mengikuti harga dunia. Tak ada kemandirian ekonomi. Hanya bisa mengikuti pasar dunia.
Kelangkaan terjadi, para pengusaha lebih memilih ekspor dari pada memenuhi DMO dengan harga yang jauh lebih murah. Atau dijual ke industri saja agar harganya lebih mahal. Mindset materialisme pelaku usaha.
Semua permasalahan berkelindan dan laksana lingkaran setan yang tak ada ujungnya. Lalu, bagaimana khilafah menyelesaikan problem minyak goreng?
Pertama, mengembalikan tugas negara sebagai pengurus urusan rakyat. Sebagaimana hadits Nabi Saw: “Imam atau Khalifah adalah ra’in, yang akan diminta pertanggungjawaban atas pengurusannya” (HR. Bukhari).
Sibuknya Khalifah adalah mengurus rakyat, bukan pencitraan apalagi demi mengamankan jabatan. Jabatan penguasa justru dianggap fitnah, bukan prestise. Sehingga para penguasa akan hati-hati dan mencurahkan seluruh pemikirannya demi menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, ia akan menerapkan syariat Islam kafah. Pemimpin seperti ini takkan terbeli oleh dunia.
Kedua, di sektor produksi. Khilafah akan membuka kesempatan kepada semua rakyat yang ingin berkebun sawit. Khilafah akan memberikan edukasi tentang bercocok tanam, memberikan bibit, pupuk serta alat pertanian yang diperlukan. Hal ini akan mencegah monopoli dan oligopoli. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit berdasarkan studi kebutuhan dalam negeri, prioritas utama.
Ketiga, di sektor distribusi. Sistem ekonomi Islam melarang penimbunan. Nabi Sa bersabda: “Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan” (HR. Muslim). Khilafah akan memaksa para penimbun untuk menjual barangnya dengan harga pasar. Ini untuk mengatasi kelangkaan barang.