OASE

Menghalangi Cahaya Matahari

Dapatkah kita menghalangi cahaya matahari yang demikian terang di siang hari? Tentu pertanyaan ini jawabannya sudah jelas, kiranya tak perlu dijawab lagi, ya sahabat. Tentu tidak ada seorang manusiapun yang bisa menghalangi cahaya matahari. Kita hanya bisa bernaung menghindarinya, tetapi tidak bisa meredupkannya. Kita juga hanya bisa menutup mata kita untuk menghilangkan kilau sinarnya, tetapi tidak dapat memadamkannya.

Sahabat, begitulah manusia. Ia tidak punya secuilpun daya upaya untuk memadamkan cahaya matahari, walaupun kadang tersiksa dengan teriknya yang membakar. Seringkali manusia berupaya membangun naungan berupa rumah atau tempat yang rapat untuk mengurangi terpaan sinar matahari. Manusia juga bisa saja melengkapi rumahnya dengan penyejuk udara untuk mengurangi panas. Namun sekali lagi, manusia tidak mungkin dapat memadamkan cahaya matahari. Jangankan memadamkan, menatapnya langsung tanpa pelindung saja tidak sanggup.

Dari satu contoh ini saja, terbukti dengan pasti, bahwa manusia itu lemah. Fakta membuktikan bahwa manusia tidak punya kesanggupan untuk memadamkan cahaya matahari. Terkait ini, kita jadi ingat kisah Nabi Ibrahim A.S. ketika berdakwah kepada Raja Namrud.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 258, Allah SWT berfirman, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan,’ Namrud berkata, ‘Aku dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur maka terbitkanlah ia dari barat,’ lalu terdiamlah Namrud; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Dikisahkan, Nabi Ibrahim A.S. datang menghadiri jamuan makan yang digelar Raja Namrud. Para tamu memilih berbagai menu yang tersedia di meja makan kerajaan. Namrud bercengkerama dan bertanya pada setiap tamunya tentang siapakah Tuhan mereka. Hampir semua tamu menjawab bahwa Namrud-lah Tuhan mereka. Kemudian tiba giliran Nabi Ibrahim yang ditanya pertanyaan serupa. Namun betapa kagetnya Namrud ketika mendengar jawaban Nabi Ibrahim, “Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan.”

Diiringi dengan kemarahan, Namrud-pun membantah argumentasi Ibrahim dengan mengatakan bahwa dirinya juga bisa menghidupkan makhluk atau mematikannya. Namun Nabi Ibrahim kemudian menyampaikan kalimat argumentasi yang mematikan. Nabi Ibrahim menyatakan bahwa Tuhan yang ia sembah mampu mendatangkan matahari dari ufuk timur lalu menenggelamkannya di belahan bumi bagian barat. “Bisakah engkau wahai Namrud melakukan itu?”

Sahabat, cuplikan kisah Nabi Ibrahim A.S. tersebut membuat kita sadar akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas, ya. Jika dilihat dari sudut pandang bahwa Allah-lah yang menciptakan matahari dan mengatur pergerakannya, maka kita patut meyakini betapa besarnya kekuasaan Allah. Sedangkan kita sebagai manusia, sesungguhnya sangat kecil dan lemah. Dengan contoh matahari tersebut, selayaknya kita merenungi kembali posisi kita yang serba terbatas kemampuannya di hadapan kekuasaan Allah yang tidak terbatas.

Sahabat, jika matahari diumpamakan sebagai cahaya kebenaran, maka manusia juga tidak mungkin bisa memadamkannya. Seumpamanya matahari itu adalah cahaya kebenaran dari Allah, maka cahaya itu adalah Risalah Islam. Bahkan Risalah Islam yang sumbernya terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw sesungguhnya memang laksana cahaya yang hadir menerangi kegelapan.

Allah SWT di dalam firman-Nya di Surah as-Syura ayat 52 menerangkan, “Dahulu kamu (Muhammad) tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.”

Demikianlah cahaya kebenaran itu, ia mampu menerangi manusia yang berada dalam kegelapan. Umpamanya, ada orang yang terantuk dan terjatuh karena berjalan dalam kegelapan malam yang benar-benar gulita. Orang ini pasti mengalami kesulitan karena harus meraba-raba jalan yang ditapakinya. Ketika orang yang berjalan dalam kegelapan ini mendapatkan cahaya dari lentera, tentu ia akan lebih mudah berjalan. Ia tidak akan terjatuh lagi.

Allah SWT berfirman, “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Surah al-An’aam ayat 122).

Sahabat, ketika cahaya kebenaran itu telah terpancar demikian terangnya, adakah manusia yang mampu memadamkannya? Manusia hanya mampu menghindari terangnya dengan bersikap tidak peduli. Namun tak ada seorang manusiapun yang akan mampu menahan kekuatan kebenarannya.

Sejauh apapun manusia berlari menghindarinya, kebenaran dari Allah selalu terang benderang. Sekuat apapun manusia mencoba memadamkannya, kebenaran dari Allah selalu menyala-nyala. Sekuat apapun manusia menghalangi terangnya, kebenaran dari Allah selalu berkilau menembus segala tabir.

So, pasti akan sia-sia menghalangi cahaya kebenaran, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci Islam, bukan? []

(Dewi Purnasari)

Artikel Terkait

Back to top button