MASAIL FIQHIYAH

Mengikuti Perayaan Natal Bersama, Haramkah?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi seorang muslim untuk mengikuti upacara natal bersama.

Fatwa tersebut dikeluarkan pada masa kepemimpinan Buya Hamka pada tahun 1981, yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI KH. M. Syukri Ghozali dan Sekretaris Komisi Fatwa Drs. H. Mas’udi.

Fatwa tersebut dikeluarkan setelah MUI memperhatikan bahwa perayaan Natal bersama telah disalahartikan oleh sebagian umat Islam. Mereka menyamakan perayaan Natal seperti perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Karena kesalahpahaman tersebut akhirnya ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan bahkan duduk dalam kepanitiaan Natal.

Dalam konteks sekarang sebagian umat Islam ikut merayakan Natal dengan dalih toleransi umat beragama, menghormati perayaan agama orang lain dan dalih kerukunan antarumat beragama. Secara syara’ alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan.

Pertama, merayakan Natal, baik dengan mengikuti ritualnya maupun tidak hukumnya adalah haram. Sebab perbuatan itu termasuk menghadiri atau mempersaksikan suatu kebohongan/kebatilan. Allah SWT berfirman:

“Dan (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah) orang-orang yang tidak menghadiri kebohongan…” (QS Al-Furqan [25]: 72).

Kalimat “laa yasyhaduuna az-zuur” dalam ayat itu menurut Ibnu Taimiyah maknanya yang tepat adalah “tidak menghadiri kebohongan (az-zuur)”, bukan “tidak memberikan kesaksian palsu”. Sedang kata “az-zuur” itu sendiri oleh sebagian tabi’in seperti Mujahid, adh-Dhahak, Rabi’ bin Anas, dan Ikrimah artinya adalah hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah sebelum Islam (Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ’An Al-Ibtida (terj.), hal. 91-95; M. Bin Ali Adh-Dhabi’i, Mukhtarat Iqtidha Shirathal Mustaqim (terj.), hal. 59-60).

Jadi, ayat di atas adalah dalil haramnya seorang muslim untuk merayakan hari-hari raya agama lain, seperti hari Natal, Waisak, Paskah, Imlek, dan sebagainya.

Selain itu, seorang muslim yang turut merayakan hari raya agama lain, berarti telah menyerupakan dirinya dengan kaum kafir. Padahal Islam telah mengharamkan muslim untuk menyerupakan dirinya dengan kaum kafir pada hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka, seperti hari-hari raya mereka.

Hadits Nabi Saw, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Dawud)

Kedua, mengucapkan selamat hari raya Natal dan berdoa bersama juga haram hukumnya, karena masih termasuk perbuatan mempersaksikan kebohongan atau menyerupakan diri dengan kaum kafir. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata:

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button