Menjadi Bangsa Pintar
Maka apa yang kita lihat sekarang? Boeing semakin berjaya karena produknya kita beli, dan ada 24.000 anak anak berbakat di Indonesia yang kehilangan pekerjaan dimana IPTN harus memberhentikan pegawainya karena kita memilih produk asing daripada produk IPTN.
Ketiga, pada produk yang kita beli ada pertumbuhan yang akan terjadi.
Ongkos membuat barang 70 perak, harga jual 100 perak, yang 30 perak keuntungan itulah potensi pertumbuhan. Dengan keuntungan itu pengusaha bertumbuh. Dulu produknya hanya satu, bertumbuh jadi banyak produk, dulu pabriknya satu, bertumbuh jadi banyak pabrik. Dulu pengusahanya hanya sedikit, bertumbuh jadi banyak pengusaha di Indonesia. Begitulah pertumbuhan ekonomi terjadi.
Tetapi, siapa yang kita inginkan untuk bertumbuh? Bangsa sendiri atau bangsa lain? Saudara sendiri atau orang lain?
Kalau kita ingin pertumbuhan itu terjadi pada saudara sendiri, kenapa belinya produk orang lain?
Oleh karenanya spirit yang harus dibangun adalah membela saudara sendiri, membeli produk saudara sendiri.
Kita perlu membangun kesadaraan ini dari lingkungan terkecil yang kita kuasai. Pemda melakukannya, ormas melakukannya, pesantren melakukannya, kampus melakukannya, hingga komunitas komunitas kecil yang ada.
Katakanlah, jika Muhammadiyah melakukan gerakan ini di lingkungannya, banyak pengusaha Muhammadiyah yang akan lahir, banyak produk Muhammadiyah yang akan muncul, maka ekonomi Muhammadiyah yang akan tumbuh.
Contoh Muhammadiyah tadi, dengan 40 juta orang anggota, ini lebih dari 1,5x penduduk benua Australia. Jika rata rata Rp1 juta transaksi per kapita per bulan yang bisa dikapitalisasi, maka Rp480 Triliun per tahun memutar roda ekonomi Muhammadiyah, dan ada Rp144 Triliun potensi pertumbuhan per tahun yang bisa terjadi di Muhammadiyah.