SUARA PEMBACA

Menjaga Lisan dalam Berceramah

Ramai laman media sosial tentang salah satu pemuka agama umat Islam, Miftah, mencemooh seorang pedagang minuman es teh saat dirinya mengisi kajian akbar.

“Momen Miftah mengolok-olok penjual es teh itu terjadi saat acara Magelang Bersholawat beberapa hari lalu. “Es teh mu #ijek okeh orang (es tehmu masih banyak nggak)? Masih? Yo kono didol (ya sana dijual), goblok!. Dok en ndisik, ngko pak rung payu Yo wes, takdir (Jual dulu, nanti kalau masih belum laku ya sudah takdir)#,” kata Gus Miftah kepada pedagang es teh dalam video tersebut (CNNIndonesia.com, 4/12/2024).

Siapakah Miftah? Dikutip dari laman berita dalam jaringan, Detik.com, (4/12/2024) diterangkan profil singkat Miftah. Selain sebagai penceramah, di berbagai kota bahkan hingga luar negeri, ia juga merupakan pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, pesantren yang didirikannya pada 2011.

Sungguh miris, seorang pendakwah mengeluarkan kata-kata yang tidak layak didengar terlebih lagi di hadapan khalayak ramai, apalagi sampai berkata kasar terhadap seseorang yang sedang berusaha mencari nafkah halal. Perlu disadari oleh setiap Muslim, kita memiliki jalan kehidupan yang berbeda. Ada yang menjadi ulama, guru, pedagang, petani, dan lainnya. Namun, di sisi Allah bukan profesi yang mengangkat derajat kita, melainkan ketakwaan.

Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an, surah al-Hujurat ayat 13 yang artinya, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”

Dari kejadian antara Gus Miftah dan pedang es teh ini bisa kita ambil hikmah pentingnya yakni menjaga lisan. Melalui sebuah kata yang terucap bisa menjadi pahala atau justru dosa. Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang diridhai Allah, kecuali dengan itu ia akan diangkat derajatnya. Dan tidaklah seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang dimurkai Allah, kecuali dengan itu ia akan dileparkan ke neraka jahanam.”

Mari kita mengambil hikmah dari peristiwa ini. Jadilah manusia yang memuliakan sesama manusia, semua karena mengharap ridha Allah SWT semata. Yang mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa, bukan yang paling kaya hartanya atau tinggi jabatannya.[]

Sandhi Indrati, Ibu Rumah Tangga dan Perawat di Depok.

Artikel Terkait

Back to top button