Menyempurnakan Kezaliman, Menunggu Waktu Kehancuran
Rezim menyeringai puas saat menangkap dan mengikat tangan Habib Rizieq Syihab dengan cable ties lengkap dengan rompi orange bertuliskan tahanan. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya hingga Ahad (13/12/2020) pukul 00.15 (Kompas.com, 13/12/2020). Usai diperiksa, HRS langsung ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Seakan sedang menggelar drama kezaliman, rezim sukses membawa emosi umat hingga ke puncak amarah. HRS diperiksa terkait dengan kerumunan pada acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang didalamnya juga ada akad nikah putrinya, Syarifah Najwa Shihab, pada 14 November 2020 lalu.
Pasal 160 dan 216 KUHP dijadikan dasar hukum untuk menjerat HRS. Pasal 160 KUHP berbunyi, “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Padahal pakar hukum Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa warga yang melanggar PSBB Corona tak bisa dipidana (liputan6.com, 12/04/2020). Adapun pasal 216 KUHP menjerat HRS yang dianggap mengabaikan panggilan pemeriksaan dan menghalang-halangi petugas untuk memeriksa kasusnya.
Sangat terasa mengada-ada. Menghasut apa? Menghasut agar berkerumun di undangan pernikahan putri beliau? Lalu, para pejabat dan tokoh yang dekat dengan pemerintah, yang juga mengumpulkan massa, mengapa tak diberi tindakan, tak ada proses hukum, tak ada sanksi, tak ada denda. Kontras dengan perlakuan terhadap HRS yang dikejar-kejar hingga membunuh enam pengawal beliau.
Zalim, kata yang pantas untuk menggambarkan perilaku rezim saat ini. Kata zalim berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB) memiliki arti bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, kejam, menindas, menganiaya dan berbuat sewenang-wenang. Semua definisi dari KBBI ini telah dilakukan secara terang-terangan oleh rezim.
Perbuatan zalim merupakan lawan dari adil. Allah SWT dan Rasulullah Saw melarang berlaku zalim. Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah telah berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.”
Atas keharaman itu, maka Allah telah sediakan azab di dunia dan di akhirat bagi pelaku kezaliman. Allah turunkan azab ketika telah sampai perhitungannya menurut Allah. Meskipun dalam pandangan kita seakan diberi tangguh, Allah hanya mencukupkan waktunya hingga saatnya menurunkan azab.
Pelaku zalim tak pernah sadar bahwa sedikit demi sedikit ia akan sampai pada azab Allah. Semula, kezaliman itu dianggapnya sebuah kebenaran. Selanjutnya, ia menikmati kezaliman karena merasa ada manfaat bagi hasrat duniawinya. Hingga terus menerus ia mengulangi dan bertambah kezalimannya. Hingga saatnya tiba, bahkan di puncak kezaliman, Allah mendatangkan azab untuknya.
Cukuplah kisah Fir’aun menjadi ibroh bagi manusia yang pelaku kezaliman. Allah tenggelamkan Fir’aun, justru ketika berada di puncak kekuasaan. Saat dia mengaku Tuhan, saat dia terus menerus menyiksa rakyat, dan saat peringatan Nabi Musa dan Harun tak didengarnya.
Tak hanya abai pada nasehat Nabi Musa dan Harun, namun Fir’aun juga mengkriminalisasi utusan Allah. Dia beserta pasukannya memburu dan mengejar Nabi Musa hingga Nabi Musa terdesak. Di saat genting seperti itu, Allah menyelamatkan Musa dan pengikut-pengikutnya menyeberangi lautan dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya di tengah laut.
“…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.” (QS.Ali Imran (3): (140-141).
Ayat Allah SWT itu menjadi sinyal keruntuhan bagi rezim zalim. Semakin zalim maka semakin terlihat perbedaan orang-orang yang beriman dan yang zalim. Kewajiban kita sekarang adalah terus menyuarakan kebenaran (Islam), beramar ma’ruf nahiy munkar. Memperkuat ukhuwah Islamiah yang berdasarkan akidah Islam.
Urgen untuk kita senantiasa mendakwahkan Islam kaffah. Karena hanya dengan penerapan syariat Islam yang kaffah maka keadilan akan terwujud. Hingga tak lagi sesak dada ini menyaksikan kezaliman dipertontonkan di depan mata. Wallahu a’lam []
Mahrita Julia Hapsari
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)