Merendahkan Nafsu, Meninggikan Ketaatan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman).” (Surat Al-A’la ayat 14).
Adapun orang yang mendapat manfaat dari peringatan dan menyucikan dirinya lahir dan batin, maka dia akan meraih apa yang dia inginkan; karena telah menyucikan diri, mengambil manfaat dari apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, dan mengerahkan segenap kemampuan untuk menyucikan dirinya.
Ada yang senantiasa melekat dalam diri, yang menjadi bagian dari identitas seorang manusia. Selain hati dan akal yang dikaruniakan-Nya kepada kita. Sesuatu itu adalah hawa nafsu. Hawa nafsu memang selalu berkonotasi negatif, akan tetapi, ia juga menjadi bagian yang membuat diri kita tetap bertahan hidup dan tergerak untuk mengubah keadaan.
Nafsu memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Namun, waspadailah juga keadaan jiwa kita karena tidak pernah ada musibah yang menimpa kecuali yang berasal dari hawa nafsu kita.
Oleh karena itu, janganlah pernah mau berdamai dengan nafsu yang akan mendorong kita pada jurang maksiat. Tidak akan pernah ada yang dimuliakan oleh dia kecuali setelah menghinakannya. Artinya, hidup kita akan mulia setelah kita berhasil menekannya dan menaruhnya dibawah kendali kita.
Hawa nafsu itu akan memuliakan kita manakala mereka telah tunduk pada rambu yang mulia berupa aturan Al-Qur’an dan Sunnah. Dan, tiada ada yang bisa menguasainya kecuali setelah berhasil menundukkannya. Misalnya dengan berpuasa. Puasa itu menundukkan segala sesuatu yang berkaitan dengan maksiat. Bertilawah, zikir, dan qiyamul lail akan menundukkan hawa nafsu dan membuat kita mulia.
Tidak ada orang yang bisa beristirahat dari hawa nafsunya. Oleh karena itu, kita harus membuat hawa nafsu ini tidak bertenaga atau kita yang akan diperbudak dan lelah oleh perintah-perintahnya. Lelahkan dia, maka jiwa dan tubuh kita akan bisa istirahat dan tenang.
Tidak akan pernah merasa aman diri kita kecuali membuat hawa nafsu “takut” pada kendali kita. Buat mereka bersedih, maka kita akan bahagia. Caranya adalah dengan tidak menurutinya. Percayalah bahwa tidak mengikuti nafsu maksiat atau tidak mengikuti gaya hidup yang memperturutkan nafsu, tidak akan membuat hidup kita ketinggalan zaman. Hidup kita justru akan lebih tenang dan mampu membaca dengan jelas, apa yang sebenarnya kita tuju.
Mengenali apa yang sebenarnya kita tuju dalam hidup akan membuat kita dengan mudah membaca arah kemana kita harus melangkah dan tindakan apa yang dapat membuat kita sampai pada tujuan dengan selamat. Baik dunia maupun akhirat.
Dalam bekerja, kenali untuk apa sebenarnya kita melakukan hal tersebut; dalam berumah tangga kenali untuk apa tujuan kita menikah dan mendidik anak; dalam bersosialisasi, kenali untuk apa kita bergabung. Mengenali tujuan akan melindungi diri dari ketersesatan dan kesia-siaan.