Merenungi Al-Qur’an (4)
Lihatlah indahnya perkataan Al-Qur’an untuk orang-orang yang kagum terhadap pemilikan harta yang berlimpah, “Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.”
Di peradaban sekuler sekatang ini, memang orang-orang yang berlimpah harta lebih dihormati. Dan orang-orang kaya yang kebanyakan sombong itu tahu bagaimana menundukkan manusia dengan hartanya. Maka jangan heran di alam demokrasi sekuler uang memainkan peranan yang utama. Orang-orang kaya membentuk partai dan menggelontorkan uangnya agar dirinya atau kelompoknya menjadi wakil rakyat atau presiden.
Perebutan uang ini menyebabkan pertengkaran bahkan peperangan. Saling bunuh adalah hal biasa bagi orang yang ‘menuhankan uang’. Lihatlah bagaimana kerakusan pemerintah Amerika, di masa presiden George W Bush. Bush rakus ingin menguasai minyak Irak untuk bahan bakar ribuan armada militernya. Ia dan orang-orang di sekelilingnya (termasuk para pendeta) tidak peduli meski harus membunuh lebih dari satu juta orang.
Kerakusan harta juga terjadi pada banyak pejabat kita. Mulai dari presiden, Menteri, gubernur/walikota hingga anggota DPR/DPRD. Mereka tidak peduli masih 60 juta orang miskin di Indonesia. Mereka menumpuk-numpuk kekayaan, mengambil uang negara/rakyat dengan seenaknya. Tidak tersentuh hati mereka jutaan orang miskin di sekelilingnya.
Begitulah hati kalau sudah keras. Tidak tersentuh kezaiman yang dilakukannya. Kezaliman yang menyebabkan kematian atau kemiskinan orang lain.
Rasulullah Saw mengingatkan, ”Pada suatu hari Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya, ’Kamu kini jelas atas petunjuk Rabbmu, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad dii jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, kemewahan hidup dan kebodohan. Kamu beralih ke situ dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia (rakus dunia). Kalau terjadi yang demikian, kamu tidak akan lagi beramar makruf nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah. Di kala itu yang menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam.” (HR al Hakim dan at Tirmidzi).
Strategi Pendidikan Islam adalah menumbuhkan murid untuk cinta ilmu bukan cinta harta. Sejak dalam kandungan, ibu didorong untuk membaca/menyimak Al-Qur’an, mencari ilmu dan banyak beramal saleh. Dengan kebiasaan yang bagus dari ibu yang saleh itu, maka diharapkan akan melahirkan anak yang saleh pula. Ketika lahir sejak kecil anak dilatih untuk shalat, ngaji (mencari ilmu) dan berbakti kepada orang tua. Sebuah strategi pendidikan yang ‘tidak ditemui di keluarga-keluarga non Islam atau keluarga sekuler.’
Ilmu mempunyai kedudukan yang sangat mulia dalam Islam. Allah mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu lebih tinggi dari yang lainnya (berpangkat dan berharta banyak). Ilmuwa-ilmuwan Barat yang jujur mengetahui bahwa mereka dahulu menimba ilmu dari kaum Muslimin. Lebih dari 700 tahun dari abad ke-8 sampai abad ke-15 peradaban Islam Andalusia mempesona di Eropa.
Ketika Barat masih jarang mandi, tidak mengenal ilmu, tidak mengenal metode ilmiah/fikriyah, tidak mengenal musik, ‘tidak mengenal buku’, Andalusia telah memiliki itu semua. Sehingga saat itu pendeta dan ilmuwan Barat berbondong-bondong belajar ke sana.
Kini kaum Muslim banyak yang meninggalkan Islam dan tidak mengenal kehidupan Nabi. Sehingga mereka meninggalkan tradisi ilmu dan mencontek Barat mentradisikan harta. Orang berharta lebih dihormati daripada orang berilmu. Para pemimpin-pemimpin di negeri Muslim juga terjangkit dengan penyakit kemewahan. Yang penting saya kaya, tidak peduli masyarakat di sekitarnya miskin.
Kaya dalam Islam tidak dilarang, selama proses mencari kekayaan itu benar (halal). Kaya dari hasil mencuri atau merampok harta kekayaan negara/rakyat tentu haram. Bila ingin kaya jadilah pengusaha. Pejabat-pejabat negara dalam masyarakat Islam dilarang menumpuk kekayaan (hidup mewah), karena mereka harus mengutamakan kepentingan rakyat terlebih dahulu daripada kepentingan dirinya/keluarganya.