NASIONAL

Meski Didemo, PKS Tetap Fokus #2019GantiPresiden

Jakarta (SI Online) — Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menegaskan, pihaknya tetap fokus untuk #2019GantiPresiden, meski kantor DPP PKS di demo sekelompok orang.

Menurut dia, partainya terbuka dengan aksi demonstrasi yang menganggap partai dakwah itu memperkeruh suasana usai rangkaian teror bom terjadi di Surabaya, Jawa Timur.

“Kami akan fokus kerja melayani rakyat dan fokus #2019GantiPresiden,” kata Mardani saat dihubungi di Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Bagaimanapun, terang Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini, aksi demonstrasi merupakan bagian sah dari sistem demokrasi.

“Publik monggo menilai tuntutannya masuk akal atau tidak. Berdasar fakta atau tidak,” jelasnya.

Sebelumnya, para pengunjuk rasa memprotes komentar petinggi PKS di media terkait aksi bom Surabaya. Peserta aksi menyayangkan dengan pernyataan Presiden PKS Sohibul Iman itu menyebut aksi bom kemarin patut dicurigai sebagai aksi mengadu domba antar umat beragama. Pengunjuk rasa mengartikan bahwa Sohibul menganggap aksi teroris itu sebagai sebuah rekayasa.

Lima Isu Bisa Menggerus Elektabilitas Jokowi
Sementara menurut Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan : “Isu #2019GantiPresiden sangat populer. Kalau kita uji di survei, dalam waktu sebulan isu ini sudah menjangkau separuh dari pemilih di Indonesia. Sehingga isu ini bisa mengganggu elektabilitas Jokowi,” kata Adjie dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/5/2018).

Menurut Adjie Alfaraby, setidaknya ada lima isu yang bisa mempengaruhi kekalahan Jokowi di Pilpres 2019. Hal itu berdasarkan hasil survei LSI yang dilakukan pada 28 April-5 Mei 2018 terhadap 1.200 responden dengan wawancara tatap muka. Metode yang dilakukan adalah multistage random sampling dilengkapi FGD dan analisis media serta indepth interview. Margin of error dari survei ini +- 2,9%.

Lima isu itu, papar Adjie, pertama adalah isu #2019GantiPresiden. Kedua, isu tenaga kerja asing (TKA). Menurut Adjie, isu TKA memiliki resistensi yang tinggi dari pemilih atau responden.

“Pada tingkat persetujuan publik, mayoritas, 76,60% menjawab mereka tidak suka dengan isu masuknya TKA. Tingkat pengenalan isu ini masih di bawah 30%, yakni 27,20% responden yang mengetahui isu TKA ini. Tapi kalau isu ini membesar bisa menggoyahkan elektabilitas Pak Jokowi,” tuturnya.

Isu ketiga adalah isu ketidakpuasan ekonomi Indonesia, khususnya mengenai penyediaan lapangan kerja. Adjie memaparkan 54,30% responden tidak puas terhadap kinerja pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan.

“Isu keempat yakni isu Islam politik. Isu ini tidak terkait bom, tapi mengenai apakah agama harus terpisah dari politik atau tidak. (Sebanyak) 47,80% responden yang beragama Islam menjawab agama dan politik tidak bisa dipisah, 35,80% menjawab agama dan politik harus terpisah, dan 16,40% menjawab tidak tahu,” ujar Adjie.

Isu Islam politik ini juga memberikan efek ke elektoral. Pemilih yang menganggap agama harus dipisah mayoritas menjawab akan memilih Jokowi dengan 56,4% suara.

“Sementara, 39,7% nya memilih presiden baru. Sedangkan untuk pemilih yang menjawab agama dan politik tak bisa dipisah 43,9% tidak akan memilih Jokowi, dan 39,3%-nya memilih Jokowi. Kemudian untuk yang tidak tahu/tidak jawab, 54,9% memilih presiden baru, dan 42,7% kembali memilih Jokowi. Artinya, Jokowi tidak populer di pemilih Islam, yang menganggap agama dan politik harus dipisah,” papar Adjie.

Isu kelima adalah persepsi Jokowi kuat dan menang masih di bawah 50%. Dari hasil survei, 32,30% responden meyakini Jokowi akan memenangi Pilpres 2019.

“Sementara 28,00% meyakini Jokowi bisa dikalahkan. Dan 39,70% menjawab tidak tahu. Artinya, publik masih terpecah. Masih sedikit yang menganggap Jokowi kuat. Jadi, meski Jokowi kuat dari segi elektabilitas, tapi lima isu ini bisa mengganggu dan menggerus dukungan ke Jokowi,” tutur Adjie.

Sumber : Teropong Senayan

Artikel Terkait

Back to top button