SUARA PEMBACA

Mewaspadai Sekularisasi dan Liberalisasi Islam

Menggenggam Islam di akhir zaman bagai memegang bara api. Siapa yang mampu pertahankan keislaman dan keimanannya, maka ia harus siap sakit dan terluka. Siapa saja yang tak mampu menahan bara Islam, maka dengan mudah ia melepaskan.

Sungguh musibah besar bagi umat manakala kita jumpai fitnah begitu mengemuka di masa ini. Seorang dosen IAIN Surakarta membuat kekonyolan argumen tentang seks di luar nikah tak langgar syariat Islam. Hal yang sudah jelas keharamannya masih diotak atik dengan akal manusia yang terbatas. Bahkan Ust. Zaitun Rasmin, Wasekjen MUI dengan tegas mengatakan disertasi itu lebih layak ada di tempat sampah daripada disebut karya ilmiah.

Sungguh mengggelikan! Bagaimana bisa disertasi yang menabrak aturan Islam sampai lolos di hadapan dewan penguji? Ditambah lagi disertasi pro zina itu justru bertumbuh di kampus Islami. Sontak, hal itu menuai kontroversi dan mendapat banyak protes di kalangan ulama dan MUI. Pasca viral dan kontroversial, belakangan, sang penulis meminta maaf dan akan merevisi bagian disertasinya yang menimbulkan polemik di masyarakat.

Lain UIN Suka, lain pula IAIN Kendari. Seorang mahasiswa berprestasi justru di DO hanya karena ia berdakwah dan kritis terhadap kebijakan penguasa. Tuduhan radikal dan terlibat dalam ormas terlarang menjadi dasar pencabutan statusnya sebagai mahasiswa. Berbekal tuduhan, tudingan, dan stigma, sang rektor tega memupus harapan dan cita-citanya. Inilah diantara keanehan kampus Islam. ‘Disertasi sampah’ diloloskan, mahasiswa berdakwah malah dicabut statusnya. Berwajah kampus Islam tapi bertolakbelakang dengan Islam.

Disertasi pro zina itu menegaskan kepada kita bahwa keharaman sepilis (sekularisme, pluralisme, liberalisme) yang menjadi fatwa MUI pada tahun 2005 silam belum benar-benar diterapkan oleh mayoritas kaum muslim. Justru sebagian dari mereka membawa ide Islam liberal yang sesat menyesatkan. Memlintir ayat demi memuaskan nafsu berpikir mantiq (logika) yang didasari pada metode hermeneutika ala Barat. Menafsiri ayat al quran menggunakan kacamata Barat. Alhasil, produk pemikiran nyleneh pun mereka propagandakan. Tujuannya, agar umat semakin sekuler dan liberal. Mereka menganggap Alquran sebagai kitab yang sudah tidak relevan dengan zaman. Perlu ada pembaharuan dan penyesuaian. Begitulah dalih mereka.

Peristiwa yang menimpa Hikma Sanggala, mahasiswa IAIN Kendari, mengindikasikan bahwa narasi radikalisme sudah menjadi horor dan teror baru di lingkungan sivitas akademika. Definisi radikalisme sendiri tak pernah final. Lebih banyak ditafsiri sesuai kehendak pemangku kepentingan. Tafsir bebas yang lentur digunakan siapa saja.

Pemikiran sekuler nan liberal telah merusak dan menghilangkan ajaran Islam. Perlahan tapi pasti. Propaganda dan berbagai narasi untuk menghancurkan ajaran Islam yang sesungguhnya akan terus dilakukan musuh-musuh Islam melalui lisan dan pemikiran orang-orang liberal. Mereka menawarkan konsep Islam yang inklusif. Terbuka dengan pemikiran Barat. Fleksibel dan bebas. Tak lagi terpaku pada teks-teks wahyu.

Pemikiran liberal dan sekuler sama-sama ingin mengaburkan ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka menghantam Islam dengan berbagai narasi. Seperti radikalisme, terorisme, sekularisme, dan liberalisme.. Tujuannya, umat makin jauh dari agamanya.

Oleh karenanya, kita patut mengantisipasi pemikiran liberal yang menjangkiti sebagian kaum muslim saat ini. Dengan belajar Islam berdasarkan tuntunan Alquran dan Assunnah, kita tak akan mudah terjebak dengan opini sesat mereka. Baju bisa berganti, peran bisa regenerasi, tapi pemikiran liberal harus tetap diwaspadai. Sebagaimana pemikiran sekuler yang sudah cukup mewabah di tengah umat. Islam itu satu. Bersandar pada Alquran dan Assunnah. Tidak ada dikotomi dalam Islam. Islam itu kaaffah, sempurna, dan bukan setengah-setengah.

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Artikel Terkait

Back to top button