NASIONAL

Minta Maaf ke NU dan Muhammadiyah, Nadim: Tanoto dan Sampoerna Biayai Sendiri POP

Jakarta (SI Online) – Mendikbud Nadiem Anwar Makarim akhirnya meminta maaf kepada organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Permintaan maaf itu perihal polemik dalam Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kemendikbud yang akhirnya tidak diikuti Muhammadiyah, NU dan PGRI.

“Dengan penuh rendah hati. Saya memohon maaf atas segala keprihatinan yang timbul dan berharap agar tokoh dan pimpinan NU, Muhammadiyah dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program yang kami sadari betul masih belum sempurna,” kata Nadiem dalam video dari Kemendikbud di Jakarta, Selasa, 28 Juli 2020.

Nadiem sendiri sangat mengapresiasi sebesar-besarnya atas masukan dari pihak NU, Muhammadiyah, dan PGRI mengenai program organisasi penggerak.

“Ketiga organisasi ini telah berjasa di dunia pendidikan bahkan Jauh sebelum negara ini berdiri. Tanpa pergerakan mereka dari Sabang sampai Merauke identitas budaya dan misi dunia pendidikan di Indonesia tidak akan terbentuk,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Nadiem juga memberikan klarifikasi bahwa Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna dalam Program Organisasi Penggerak (POP) tidak menggunakan anggaran negara, dalam hal ini Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

“Kemdikbud telah menyepakati dengan Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation bahwa partisipasi mereka dalam program Kemendikbud tidak akan menggunakan dana dari APBN sepeser pun,” kata Nadiem Makarim dalam siaran video dari Kemendikbud di Jakarta, Selasa 28 Juli 2020.

“Mereka akan mendanai sendiri aktivitas programnya tanpa anggaran dari pemerintah,” tambahnya.

Sebelumnya, Muhammadiyah dan NU mundur dari program organisasi penggerak Kemendikbud RI. Mundurnya dua organisasi ini dikabarkan bahwa Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dapat dana hibah program Organisasi Penggerak maksimal sebesar Rp20 miliar per tahun.

“Akan tetapi setelah kami mengikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud RI, dan mempertimbangkan beberapa hal maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut,” kata Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno.

Setelah Muhammadiyah mundur dari organisasi penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, langkah serupa akhirnya juga diambil oleh Lembaga Pendidikan Maarif NU.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi berpendapat, program ini sudah memiliki kejanggalan sejak awal khususnya dalam konsep yang dimaksud dengan organisasi penggerak itu sendiri.

“Kejanggalan-kejanggalan berasal dari konsep organisasi penggerak yang tidak jelas,” kata Arifin, Rabu 22 Juli 2020.

“Yang kami baca dalam persyaratan, misalnya, organisasi yang mengajukan proposal harus memiliki sekolah,” ujarnya.

Arifin menegaskan bahwa pada kenyataannya, persyaratan itu tidak benar-benar diaplikasikan dengan baik. Banyak organisasi/yayasan yang tidak sesuai persyaratan tersebut.

red: a.syakira/dbs

Artikel Terkait

Back to top button