SUARA PEMBACA

Miras Oplosan Merenggut Nyawa, Dimana Perhatian Negara?

ilustrasi

Miras oplosan kembali marak. Hingga hari ini korban tewas akibat miras oplosan terus bertambah. Dikutip dari suara-islam.com, 10/04/2018, dari data yang dihimpun Mabes Polri hingga saat ini sudah ada 82 orang yang tewas. Terdiri dari 51 orang di Jawa Barat dan 31 di Jakarta.

Korban terbanyak di daerah Cicalengka, Kabupaten Bandung, dengan jumlah korban 35 orang tewas. Tak heran jika sebelumnya terjadi aksi penggerebekan kios penjual minuman keras (miras) oleh warga Cicalengka yang dilakukan secara spontan setelah tersebarnya informasi beberapa orang dilarikan ke RSUD Cicalengka (tribunnews.com, 08/04/2018).

Dari aksi penggerebekan tersebut polisi telah menetapkan JS dan HM sebagai tersangka akibat menjual minuman keras (miras) oplosan yang menyebabkan puluhan orang di Cicelengka dan Majalaya Kabupaten Bandung tewas ( detik.com, 10/04/2018).

Peredaran miras oplosan dari tahun ke tahun ibarat lingkaran setan yang terus menerus memakan tumbal. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa tak luput jadi korban miras oplosan. Herannya tak ada solusi pasti memutus mata rantai peredaran miras oplosan.

Ibarat sinetron yang diputar berulang-ulang, berakhir dengan puluhan nyawa anak bangsa yang melayang. Berulangnya kasus miras oplosan merupakan bukti ketidakseriusan negara dalam menuntaskan kerusakan moral generasi akibat miras.

Rusaknya kewarasan generasi akibat miras oplosan harus menjadi perhatian kita bersama. Mengingat miras (khamr) menjadi pintu bagi perbuatan dosa lainnya. Hilangnya akal akibat mabuk menenggak miras oplosan menjadi induk bagi merebaknya kejahatan lainnya. “ Khamr adalah induk kejahatan dan paling besarnya dosa-dosa besar.” (HR. Thabrani).

Dapat dibayangkan jika generasi negeri ini dari tahun ke tahun semakin getol mengkonsumsi miras oplosan sebagai gaya hidup baru. Maka bukan prestasi yang dapat dibanggakan tapi sederet kasus kriminalitas yang dicetak oleh generasi bangsa ini. Paralel dengan makin meningkatnya korban yang menjadi tumbal miras oplosan.

Maka lengkap sudah miras menambah daftar problematika lost generation bangsa selain ancaman narkotika dan perilaku hewan kaum LGBT.

Inilah buah dari penguasa yang menerapkan sistem jahiliah buatan manusia yang serba terbatas. Sistem rusak dan merusak bernama sekularisme yang melahirkan paham kebebasan gaya baru. Dalam naungan demokrasi sekular ini, penguasa cenderung abai pada urusan moral yang dianggap urusan pribadi warganya.

Ranah pribadi adalah hak individu, negara tak mempunyai andil dalam ikut campur mengurusi hak pribadi rakyatnya. Maka menjadi kebebasan individu untuk menenggak miras oplosan sampai meregang nyawa. Karena bukan urusan negara ikut campur dalam mengurus moral generasi. Intinya bukan kewajiban negara mengurusi kewarasan tiap-tiap individu warganya.

Inilah mengapa mata rantai kasus miras belum juga putus/tersolusikan, walau pihak berwenang terus mengambil langkah dalam mencegah maraknya peredaran miras oplosan. Karena akar masalahnya paham kebebasan telah meracuni negara sehingga abai dalam menjaga kewarasan/moral rakyatnya.

Kontras dengan sekularisme, Islam sangat menjaga kewarasan/moral rakyatnya. Penjagaan ini terkait dengan menjaga kemuliaan akal manusia. Tak dapat dipungkiri tingginya peredaran miras dan narkotika inilah yang mengancam kewarasan akal manusia. Oleh karena itu, segala hal yang dapat menyebabkan hilangnya kewarasan akal tanpa ada alasan syar’i menjadi haram hukumnya dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah menurunkan hukum-hukumnya agar akal manusia senantiasa terjaga.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maaidah[5] : 90).

“Setiap yang memabukkan adalah khamr. Dan setiap yang memabukkan hukumnya haram” (Diriwayatkan oleh Muslim, At-Tirmidziy, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan yang lainnya).

Syariah Islam juga menjaga akal dengan menetapkan sanksi bagi semua pelaku kejahatan yang mengancam akal, termasuk dalam masalah miras. Dari Anas bin Malik, sesungguhnya pernah dihadapkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seorang laki-laki yang telah minum khamr. Lalu orang tersebut dipukul dengan dua pelepah kurma sebanyak 40 kali. Anas berkata, “Cara seperti itu dilakukan juga oleh Abu Bakar”. Tetapi (di zaman ‘Umar) setelah ‘Umar minta pendapat para shahabat yang lain, maka ‘Abdur Rahman (bin ‘Auf) berkata, “Hukumlah (hukuman) yang paling ringan ialah 80 kali. Lalu ‘Umar pun memerintahkan untuk hukuman peminum khamr supaya didera 80 kali” (HR. Muslim juz 3, hal. 1330).

Bukan hanya itu saja, laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi sepuluh orang yang berkaitan dengan khamr: “Sesungguhnya Allah melaknat khamr, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, peminum, pemakan hasil penjualannya, pembawanya, orang yang minta dibawakan serta penuangnya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Tentunya tak cukup sekadar meningkatkan ketakwaan individu dan gencarnya dakwah di tengah umat untuk  memutus lingkaran setan peredaran miras oplosan. Karena sejatinya butuh peran negara sebagai perisai rakyat. Mengingat satu nyawa melayang akibat miras oplosan menjadi tanggung jawab penguasa di akhirat kelak.

Inilah urgensi penerapan Islam kaaffah di tengah umat. Tak hanya memutus mata rantai peredaran miras oplosan tapi juga menjaga kewarasan generasi bangsa. Tentunya kita tidak mau terus-terusan mempertahankan sistem rusak nan mencelakakan generasi bangsa ini menuju kehancuran hakikih. Na’udzubillah. Wallahu’alam bishahawwab.

Ummu Naflah
Muslimah Peduli Generasi

Artikel Terkait

Back to top button