SUARA PEMBACA

Moderasi Beragama Tak Diperlukan, Ini Alasannya

Keberagaman di Bawah Naungan Islam

Dalam sistem Islam, semua warga negara (muslim maupun non muslim) memiliki kedudukan yang sama. Dalam ranah kehidupan umum, diberlakukan sistem Islam secara menyeluruh, seperti ekonomi, pendidikan, hingga sanksi.

Sistem pendidikan Islam menyiapkan setiap anak siap dalam menjalani hidup sesuai syariat, yakni hidup bukan sekadar untuk mengikuti hawa nafsu, melainkan hidup berdasarkan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi yang Allah larang.

Sedangkan dalam hal masalah pribadi keagamaan, non muslim dibiarkan memeluk agamanya dan menjalankan kehidupan sesuai aturan agamanya.

Dengan demikian, jika moderasi beragama digaungkan dalam rangka membangun kehidupan yang rukun dan damai dalam masyarakat yang beragam, sesungguhnya Islam sudah lebih dulu mengajarkan umatnya agar hidup damai, rukun, toleran, menghormati satu sama lain, serta saling tolong-menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Selama belasan abad, kehidupan Islam telah membuktikannya, yakni sejak masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, hingga Bani Utsmaniyah.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Khaththab ra. saat membebaskan Baitul Maqdis (Yerusalem) menandatangani perjanjian damai dengan Pendeta Sofronius yang merupakan pemimpin umat Nasrani di sana. Perjanjian yang dinamai Ihdad Umariyah itu memberikan jaminan kepada warga non muslim agar tetap bebas memeluk agama dan keyakinannya hingga salib-salib dibiarkan tetap terpasang di Gereja Al-Qiyamah.

Pada masa Bani Umayyah yang berada di Damaskus, toleransi kepada non muslim pun berlangsung harmonis. Tercatat pasca-Perang Qurbush pada 655, kaum muslim memasuki Kepulauan Cyprus dan memperlakukan penduduknya dengan baik dan tidak memaksa penduduknya masuk Islam sehingga mayoritas penduduknya adalah non muslim dan dibebaskan menjalankan berbagai ritual keagamaannya.

Bahkan seorang orientalis Inggris, T.W. Arnold, bahkan menuliskan dalam buku The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, bahwa perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Khilafah Turki Utsmani—selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.

Jika yang menjadi kekhawatiran bahwa Islam akan menciptakan ketidakadilan, maka ini sangat keliru karena Islam terbukti sangatlah adil.

Jadi, adanya anggapan bahwa berpegang teguh pada agama Islam dan menginginkan aturan Islam diterapkan dalam kehidupan adalah sebuah radikalisme, haruslah dicegah. Ini karena Islam adalah panduan hidup yang harus dijalankan secara kaffah (menyeluruh) dan penerapannya akan mendatangkan keberkahan serta memberikan keadilan bagi seluruh manusia.

Islam diturunkan sebagai solusi bagi semua permasalahan manusia dengan memandang setiap manusia sama sehingga aturan Islam memberikan keadilan yang hakiki. Aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah semuanya ditujukan untuk melindungi, memberikan sanksi tegas atas setiap pelanggaran, mengajarkan akhlak mulia, serta mendorong perdamaian dan keadilan dalam masyarakat.

Sehingga jika kita mengharapkan kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera, sebenarnya bukan moderasi beragama yang kita butuhkan, melainkan penerapan Islam secara kaffah dalam kehidupan ini. Wallahu’alam bissawab.[]

Hanifa Ulfa Safarini, S.Pd.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button