Mr Kasman Singodimedjo: Pancasila Jikapun Diperas Hasilnya Ketuhanan Yang Maha Esa Bukan Gotong Royong
Mr Kasman juga termasuk tokoh Islam yang kontra dengan gagasan pemerasan Pancasila ala Bung Karno.
Ketidaksetujuan Mr Kasman dengan gagasan Bung Karno itu antara lain ia torehkan dalam sebuah buku yang diberinya judul “Renungan dari Tahanan.” Buku itu selesai ditulis pada 3 Desember 1963 di rumah tahanan di Puncak, Cianjur, karena saat itu ia ditahan atas tuduhan palsu dari Badan Pusat Intelijen (BPI) pimpinan dr Soebandrio dan Kepala Stafnya, Brigjen Pol Soetarto. Buku itu kemudian diterbitkan oleh Penerbit Tintamas Jakarta pada 1967.
Berikut adalah tulisan Mr Kasman terkait pemerasan Pancasila yang ditulis Mr Kasman di halaman 66-67 buku “Renungan dari Tahanan” (teks disesuaikan dengan sekarang, sebab teks asli menggunakan ejaan tahun ’60-an, red):
Ketuhanan YME sumber dari sila-sila
Umat Islam menganggap Ketuhanan Yang Maha Esa dari dan di dalam Pancasila itu minimumnya sebagai “sokoguru” (tiang pokok) yang setidak-tidaknya berdiri tegak di tengah-tengah soko-soko (pilar-pilar) yang lain yang berjumlah empat itu. Apabila sokoguru itu tidak tegak lagi, maka pasti akan rubuhlah/jatuhlah perumahan yang harus dibangun dengan baik-baiknya itu sesuai dengan maksud dan tujuannya: adil, makmur, gemah, ripah loh jinawi, tata, tentrem, kerta raharja. Sebaliknya, berdiri tegaknya sokoguru itu pasti akan menguatkan empat-empat pilar atau tiang yang mengelilinginya.
Bahkan umat Islam mempunyai gambaran yang lebih hebat daripada itu. Ketuhanan YME itu merupakan induk daripada sila-sila. Karena apa? Karena Allah jualah yang memerintahkan kepada umat manusia untuk berkebangsaan, untuk berperikemanusiaan, untuk berkedaulatan rakyat/bermusyawarah/berdemokrasi dan untuk berkeadilan sosial, ya, untuk bersila-sila segala macam sila yang lainnya lagi!
Oleh sebab itu ada anggapan bahwa empat sila yang disebut belakangan ini adalah derivatif (turunan, red) dari sila yang pertama: Ketuhanan YME. Dengan begitu ada “aerool Ketuhanan” yang menjiwai empat sila-sila yang lain itu sehingga Pancasila menjadi kokoh kuat karena direstui dan diridhai oleh Allah.
Oleh sebab itu, kalau toh diperlukan suatu pemerasan dari Pancasila itu –umat Islam tidak memerlukan teori pemerasan– maka hasil pemerasan itu boleh saja menjadi satu, tetapi yang satu itu adalah justru Ekasila Ketuhanan Yang Maha Esa itulah, bukan gotong royong seperti yang dihasilkan oleh Bung Karno dengan teori pemerasannya.
Adapun soal gotong royong tetap saja merupakan perintah dari Allah juga yang oleh karena itu tetap saja harus diamalkan oleh umat manusia, apapula (apalagi, red) oleh umat Islam.
Sebaliknya apabila hasil dari pemerasan kelima-lima sila dari Pancasila itu adalah gotong royong, maka agak aneh dan absurd (tidak masuk akal/mustahil, red) kedengarannya karena kesannya ialah bahwa Allah dapat diperas sehingga menjadi hilang sama sekali: “sirna tanpa laju”.
Atau apabila tidak mau atau tidak mungkin menganggap Allah sirna tanpa laju, maka haruslah dianggap bahwa Allah sebagai akibat dari teori pemerasan Bung Karno itu menjadi peserta di dalam gotong royong para manusia? Allah bergotong royong dengan Gerwani dan PKI?! Absurd bukan?
red: shodiq ramadhan