Muda Taat, Siapa Takut!
Pemuda saat ini adalah pemimpin masa depan. Begitu peribahasa yang populer. Menggema di mana-mana. Bahkan Bung Karno, bapak proklamator kita, pernah berkata jua: beri aku sepuluh pemuda maka aku akan guncangkan dunia.
Begitu vital dan istimewanya pemuda. Aneh, kalau masih ada pemuda yang belum sadar dengan potensi besar itu. Terlebih pemuda Islam yang sepatutnya lebih unggul.
Tuntutlah Ilmu dari buaian sampai liang lahat, kata Nabi. Betapa Nabi amat suportif mengajak kita agar unggul dengan dasar ilmu itu. Jauh sebelum barat digdaya, Islam telah punya peradaban besar. Barat pun sukses, tak lain kesenangan pun melanjutkan peradaban Islam.
Tapi kini, globalisasi telah merambah ke pelosok bumi. Darinya, kita mengenal banyak kemajuan teknologi, informasi, dan ilmu pengetahuan. Berefek pada gaya hidup.
Tak ada lagi istilah ‘orang ndeso’. Sebab, kita telah dirangkul oleh alat. Entah di mana saja, terasa dekat dan intim.
Tak jarang, ini berefek pada moral bangsa. Untung pihak positif didapatkan, namun tak sedikit transfer budaya negatif ditelan tanpa terlebih dahulu disaring.
Efeknya, terkikisnya rasa malu. Iman goyah. Harga diri berkurang. Kepercayaan diri sebagai muslim terombang-ambing. Pemuda kita jauh dari nilai-nilai Islam yang produktif lagi teguh. Boro-boro mau memperjuangkan, tahu Islam patut dipertanyakan.
Maka wajar, banyak yang belum PD menunjukkan ketaatan di depan umum. Mereka takut cemooh. Apalagi derasnya opini barat suka memojokkan dengan stigma tak enak di rasa. Mulai radikalis, fudamental, dan ke arab-araban.
Dewan-dewan Dakwah Indonesia mencatat angka Umat yang melek huruf Al-Qur’an tak sebanding dengan jumlah yang belum bisa/sempurna membaca kalam Allah itu. Sunguh, miris bukan?