Mudik ke Kampung Akhirat

Kini para pemudik secara berangsung kembali ke kota asalnya. Mudik artinya kembali. Peristiwa mudik sejatinya mengingatkan bahwa suatu saat kita akan mudik untuk selamanya dan tidak akan kembali. Apabila mudik di dunia yang sebentar seseorang mempersiapkan bekal yang cukup karena akan kembali, maka mudik ke akhirat yang selamanya seseorang semestinya mempersiapkan bekal yang lebih dari cukup.
Pintu masuk mudik ke akhirat mesti melalui pintu kematian. Hal ini memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa kematian akan datang tepat waktu. Tidak ada pilihan untuk menentukan kapan dan di mana seseorang akan mati. Setiap orang memiliki batas waktunya.
Allah SWT berfirman, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS al-A’raf [7]: 34).
Dalam ayat yang lain, “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Munafiqun [63]: 11).
Kemudian, “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).” (QS al-An’am [6]: 2).
Oleh karena itu, perbanyak akan mengingat kematian agar tidak mudah terlena dengan kehidupan dunia yang bersifat sementara. Jangan pernah melupakan akan kehidupan akhirat yang bersifat selamanya.
Rasulullah Saw bersabda, “Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya lapang, ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR Ibnu Hibban dan Baihaqi).
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah Saw, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu, mukmin manakah yang paling cerdas?” ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah).
Kematian adalah sebuah ketetapan yang telah digariskan oleh-Nya kepada siapapun yang berjiwa. Setiap kita mesti mempersiapkan diri untuk menghadapi bukan menghindari. Jika perlu persiapan matang untuk bekal mudik di dunia, maka seseorang mesti lebih dari matang mempersiapkan bekal untuk mudik ke akhirat. []
Imam Nur Suharno, Pembina Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.