Muhammadiyah Kritisi Perpres tentang Ekstremisme
Mu’ti juga mengkritisi perpres yang berlaku ini seakan dimaksudkan melindungi pejabat dan masyarakat bukan untuk menenteramkan masyarakat.
“Yang menjadi pertanyaan apakah dengan adanya perpres ini masyarakat bisa terjamin dan terlindungi? Lalu setelah tahun 2024 apa yang akan terjadi? Jika perpres ini memang dirasa genting,” katanya.
Mu’ti juga mengkhawatirkan dengan adanya pembatasan kebebasan berkeyakinan. Karena, dalam Pasal 1 ayat 2 Perpres No. 7 Tahun 2021 disebutkan, ekstremisme berbasis kebebasan yang mengarah pada terorisme adalah keyakinan dan atau tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan ekstrem dengan mendukung atau melakukan terorisme.
“Dilihat dari sisi akademik dan pelaksanaan, definisi tersebut menjadi permasalahan. Kata keyakinan diartikan dengan dimensi dalam dari perbuatan manusia. Keyakinan adalah sesuatu yang tidak tampak. Sebagian saja dan tindakan seseorang dilandasi keyakinan. Tetapi tidak semua keyakinan itu diekspresikan dengan sikap dan perbuatan. Ada kalanya perbuatan tidak sejalan dengan keyakinan,” ungkap Mu’ti.
Sehingga, kata Mu’ti, dalam mengatasi ekstremisme tidak seharusnya diatasi dengan cara-cara yang ekstrem dan pendekatan pre-emptive. Mu’ti mengimbau agar dilakukan dengan cara-cara persuasif, humanis, dan edukatif.
“Tentunya juga dengan penegakan hukum dan peniadaan faktor eksternal nonkeyakinan, seperti ketidakadilan sosial, hukum, dan politik yang tidak bisa diabaikan,” tegasnya.
red: farah abdillah