NUIM HIDAYAT

Mungkinkah Menaklukkan Israel tanpa Perang?

Sebelum tokoh-tokoh Zionis, Inggris dan Amerika merekayasa pembentukan negara Israel di PBB (Mei 1948), jumlah penduduk Yahudi masih sedikit di Palestina. Pada 1922 Britania melakukan sensus pertama atas wilayah Mandatnya. Seluruh penduduknya berjumlah 752.048, terdiri dari 589.177 Muslim, 83.790 Yahudi, 71.464 Kristen dan 7.617 yang beragama lain. Setelah sensus kedua pada 1931, populasinya telah bertambah menjadi total 1.036.339, terdiri dari 761.922 Muslim, 175.138 Yahudi, 89.134 Kristen dan 10.145 orang yang beragama lain. Setelah itu tidak ada sensus lagi, tetapi statistik tetap dipertahankan dengan menghitung jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Beberapa komponen seperti imigrasi ilegal hanya dapat diperkirakan. Buku Putih 1939, yang membatasi imigrasi orang-orang Yahudi, menyatakan bahwa jumlah penduduk Yahudi “telah bertambah hingga sekitar 450.000 orang” dan “mendekati sepertiga dari seluruh populasi wilayah ini.” Pada 1945 sebuah studi demografi memperlihatkan bahwa jumlah seluruh penduduknya telah meningkat menjadi 1.764.520, terdiri dari 1.061.270 Muslim, 553.600 Yahudi, 135.550 Kristen dan 14.100 orang yang beragama lain. (lihat Wikipedia)

Rekayasa pembentukan negara Israel ini dimulai dengan Deklarasi Balfour. Deklarasi Balfour adalah pernyataan terbuka yang dikeluarkan Pemerintah Inggris pada tahun 1917 semasa Perang Dunia I untuk mengumumkan dukungan bagi pembentukan sebuah “kediaman nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina. Ketika itu Palestina adalah salah satu daerah di dalam wilayah negara Kesultanan Utsmaniyah, dan warga Yahudi Palestina masih merupakan kaum minoritas. Deklarasi Balfour tercantum di dalam sepucuk surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, kepada Lord Rothschild, pemimpin komunitas Yahudi Inggris. Deklarasi Balfour disiarkan lewat media massa pada tanggal 9 November 1917.

Segera sesudah memaklumkan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah pada bulan November 1914, Kabinet Perang Inggris mulai menimbang-nimbang masa depan Palestina. Dalam tempo dua bulan, Herbert Samuel, anasir Zionis di jajaran kabinet Inggris, menerbitkan memorandum yang diedarkan di kabinet, berisi usulan untuk mendukung cita-cita perjuangan Zionis demi mendapatkan dukungan orang Yahudi bagi kepentingan Inggris di dalam Perang Dunia I. Pada bulan April 1915, Perdana Menteri Inggris, Herbert Henry Asquith, membentuk sebuah panitia khusus untuk merumuskan kebijakan pemerintah Inggris terkait Kesultanan Utsmaniyah, termasuk Palestina.

Pada tanggal 19 Juni 1917, Arthur Balfour meminta Walter Rothschild dan Chaim Weizmann untuk mengajukan semacam rancangan deklarasi dukungan. Rancangan-rancangan deklarasi yang diajukan selanjutnya dibahas dalam rapat kabinet dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari golongan Yahudi Zionis maupun golongan Yahudi anti-Zionis, tetapi tidak melibatkan wakil-wakil masyarakat Palestina.

***

Air susu dibalas air tuba. Ketika orang-orang Islam dan Yahudi diusir dari Andalusia (tahun 1492), orang-orang Yahudi ditampung oleh penguasa Turki Utsmani. Di masa kekhilafahan Islam orang-orang Yahudi diberikan kehidupan yang layak dan tidak pernah ada sejarah pembantaian kaum Muslim terhadap kaum Yahudi, karena perbedaan agama.

Nafsu pembentukan negara Israel -karena trauma Holocaust- menjadikan tokoh-tokoh Yahudi gelap mata. Pembantaian terhadap kaum Muslim Palestina pertama kali terjadi di Deir Yassin. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 9 April 1948, ketika sekitar 130 orang kelompok Zionis Irgun dan Lehi membunuh sekitar 107 orang Muslim Palestina. Wanita dan anak-anak juga menjadi korban. Deir Yassin, adalah sebuah desa yang dihuni sekitar 600 orang, yang letaknya dekat Yerusalem.

Pembantaian dan pengusiran terhadap kaum Muslim ini terus berlanjut hingga akhirnya PBB mengesahkan pembentukan negara Yahudi Israel Israel pada 14 Mei 1948. Hanya sehari setelah proklamasi ini, pasukan-pasukan Islam dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya, menyerbu Israel. Tetapi Israel –dengan dukungan penuh Inggris dan Amerika- bisa memenangkan peperangan ini dan malah merebut kurang lebih 70% dari luas total wilayah daerah mandat PBB Britania Raya, Palestina. Perang ini dan terror-teror dari Pasukan Israel selanjutnya, menyebabkan ‘ratusan ribu’ orang-orang Palestina mengungsi keluar dari wilayah yang dikuasai Israel.

Satu tahun sebelumnya, pada tahun 1947, PBB memutuskan untuk membagi wilayah Mandat Britania atas Palestina. Tentu saja hal ini ini ditentang keras oleh negara-negara Timur Tengah. Kaum Yahudi saat itu mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah Palestina. Sedangkan kota Yerusalem yang dianggap suci, tidak hanya oleh orang Yahudi tetapi juga orang Muslim dan Kristen, akan dijadikan kota internasional. Kini PBB memutuskan bahwa Yerusalem adalah milik Israel.

***

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button