Mungkinkah NU dan Masyumi Bersatu Kembali?
Banyak orang yang ingin NU dan Masyumi bersatu kembali, seperti tahun 1945 sampai 1952. Di mana saat itu kiai-kiai di NU dan ulama ormas-ormas Masyumi menyatu dalam Partai Masyumi. Ormas Masyumi maksudnya Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan lain-lain.
Keluarnya NU dari Masyumi tahun 1952 adalah karena ‘perebutan jabatan Menteri Agama’. Tokoh NU merasa calon Menag dari NU lebih layak, sedangkan pimpinan Masyumi memutuskan sebaliknya.
Tahun 1956 sampai tahun 1959 NU dan Masyumi, meski beda partai, tapi mereka bersatu kembali dalam Majelis Konstituante. Mereka sama-sama menginginkan Islam menjadi landasan utama di negeri ini. Tokoh-tokoh Masyumi dan NU membuat naskah-naskah pidato yang bernas melawan tokoh-tokoh PNI, PKI, dan lain-lain. (Pertarungan keras di Majelis Konstituante diakhiri dengan jalan tengah Dekrit Presiden 1959, yang salah satu isinya yang penting yaitu Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan).
Tapi Masyumi dan NU berpisah lagi. Yaitu ketika setelah dekrit itu Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan membuat DPR Gotong Royong dengan ide Nasakom bersatu. Nasionalis Agama dan Komunis bersatu. Masyumi menolak ide Soekarno ini, NU menerima. Beberapa tokoh Masyumi (dan PSI) terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra tahun 1958. PRRI lahir karena Soekarno dan tokoh-tokoh PKI makin otoriter di tanah air. Karena Masyumi menolak Nasakom dan beberapa tokohnya terlibat dalam PRRI, maka tahun 1960 Soekarno membubarkan atau melarang Masyumi (dan Partai Sosialis Indonesia).
Masyumi pun bubar. Tokoh-tokohnya ditangkap dan dipenjara. Harian Abadi, media cetak terkenal Masyumi yang jangkauannya di seluruh tanah air saat itu ikut dibubarkan.
Tokoh-tokoh Masyumi bebas tahun 1966/1967 dan setelah itu mereka kembali ke ormas masing-masing. Tahun 1967, Mohammad Natsir, salah satu tokoh Masyumi keluar dari penjara, membentuk Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) bersama Sjafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem dan lain-lain. Natsir berprinsip kalau dulu berdakwah dengan politik, maka sekarang kita berpolitik dengan dakwah.
Melihat sosok Natsir ini menarik. Ia adalah sosok yang teguh dalam prinsip, santun dan jiwa ukhuwahnya yang tinggi. Natsir tahun 1940-an berteman dengan Wahid Hasyim dari NU. Kabarnya bermula dari pertemuan dua tokoh ini lahirlah Partai Masyumi pada 1945.
Natsir tahun 1930-an berselisih keras dengan Soekarno di media massa. Saat itu Soekarno menginginkan bila Indonesia merdeka, akan dibentuk negara sekuler seperti Turki di masa Kemal Attaturk. Sedangkan Natsir menginginkan negara yang Islami. Negara yang dibentuk Rasulullah Saw di Madinah.
Meski berselisih keras di media, keduanya tidak keras kepala untuk saling bunuh. Maka ketika Soekarno jadi presiden, ia menarik Natsir menjadi Menteri Penerangan. Natsir pun menyanggupinya. Sedangkan Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama saat itu. Kedua tokoh Islam itu ingin bersama-sama mewujudkan Indonesia menjadi adil makmur.
Natsir juga berteman akrab dengan KH Masykur dari NU. Sehingga keduanya dan juga tokoh-tokoh lainnya tahun 1980an membentuk FUI, Forum Ukhuwah Islamiyah. FUI dibentuk sebagai wadah bagi ormas-ormas Islam untuk bersilaturahmi dan bersatu dalam memperjuangkan aspirasi umat Islam di tanah air.