SILATURAHIM

Muslimadani Bangkit Kembali

Bekasi (SI Online) – Elsye Meirisya, pemilik usaha fesyen muslim Muslimadani mengaku tak bisa berbuat apa-apa saat pemerintah mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjelang Ramadhan tahun lalu. Saat itu Presiden Jokowi meminta masyarakat bekerja, beribadah, dan belajar dari rumah.

Otomatis toko-toko, yang tidak menjual kebutuhan pokok sehari-hari ditutup. Termasuk toko busana di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Muslimadani kebetulan menjual produk-produknya secara grosir kepada masyarakat di Pasar Tanah Abang Blok A Los C 7-8.

Padahal, tahun-tahun sebelumnya dalam momentum Ramadhan dan Idulfitri, Muslimadani bisa meraup omzet miliaran rupiah.

“Baju koko itu keluar setahun sekali. Kita sudah produksi selama satu tahun, waktu mau jualan malah ‘lockdown’, jadi barang masih pada tempatnya (di gudang, red),” ungkap Elsye saat berbincang dengan media, di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 17 April 2021.

Industri fesyen Muslim merupakan salah satu bidang industri yang turut terdampak adanya pandemi Covid-19. Tahun lalu, saat awal pandemi, pelaku industri fesyen malah banyak yang beralih memproduksi masker. Hal itu dilakukan supaya mereka bisa bertahan hidup di tengah pandemi.

Hal yang sama juga dilakukan Muslimadani. Untuk bertahan, Elsye mengaku membuka usaha penjualan makanan dan minuman melalui Madani Golden Food di Jl RS Mekarsari, Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Bukan hanya itu, Elsye akhirnya juga ikut jualan skincare, dan mendirikan lembaga pelatihan.

Dimulai dari Jasa Bordir Komputer

Elsye mendirikan Muslimadani dengan produk busana muslim sejak lima belas tahun lalu. Semuanya berawal dari jasa bordir komputer dengan menggunakan mesin dari China. Saat itu ia memiliki 10 orang pekerja.

Setelah usaha bordir komputer tidak lagi menjanjikan, maka ia banting setir. Melihat potensi pasar yang bagus, Muslimadani memproduksi busana-busana Muslim sendiri dengan ciri khas full bordir. Seiring berjalannya waktu karyawannya bertambah menjadi sekitar 100 orang, termasuk tukang jahit. “Tapi sekarang tinggal 50 orang,” kata dia.

Sebagai pendatang baru, Elsye mengakui saat itu sudah banyak jenama-jenama lain yang sudah beredar dan dikenal masyarakat. Bahkan baju muslim dengan bordiran pun sudah banyak.

“Tapi yang klasik, batik bordiran belum ada. Nah. kita buat satu baju itu full bordir. Sekarang zaman berubah, bordirnya lebih simpel,” kata Elsye.

Muslimadani fokus menyasar pangsa pasar anak muda. Walaupun untuk dewasa juga masih bisa menggunakan produk Muslimadani. Demikian pula dengan anak-anak dan perempuan, Mulimadani juga memiliki produk untuk segmen tersebut.

Kini, Muslimadani juga mengeluarkan jenama baru, Emier, dengan tetap mempertahankan siri khas bordiran. Beda dengan produk-produk sebelumnya, bordiran pada produk Emier lebih simpel.

1 2Laman berikutnya
Back to top button