FIQH NISA

Muslimah, Wajibkah Bercadar? (Bag-1)

Mereka mengatakan bahwa perintah Allah kepada para wanita agar tetap di rumah mereka merupakan dalil wajibnya hijab (cadar).

Sedangkan dalil dari As-Sunnah, adalah apa yang telah diriwayatkan dari Nabi Saw bahwa Beliau telah bersabda: “Wanita itu adalah aurat.” Riwayat tersebut dikeluarkan oleh Ibn Hibbân di dalam Shahîh Ibn Hibbân dari jalur Ibn Mas’ûd. Juga karena sabda Nabi Saw:

“Jika salah seorang dari kalian para wanita memiliki mukâtab (budak laki-laki yang akan menebus dirinya sendiri) dan ia telah memiliki harta yang akan dibayarkan, hendaklah wanita itu berhijab dari budak laki-laki itu.” (HR Tirmidzî dari jalur Ummu Salamah).

Selain itu, telah diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia menuturkan: “Aku pernah duduk di sisi Nabi Saw, Aku dan Maimunah. Lalu Ibn Ummi Maktum meminta izin. Maka Nabi Saw. bersabda, “berhijablah kalian darinya.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya dia buta, tidak bisa melihat.” Beliau bersabda, “Apakah kalian berdua juga buta dan tidak melihatnya?”(HR Abû Dâwud)

Juga karena imam Al-Bukhârî telah meriwayatkan dari Abdullah ibn ‘Abbâs ra, ia berkata: “Suatu ketika, al-Fadhl ibn ‘Abbâs membonceng Nabi Saw, lalu datang seorang wanita dari Khats‘am. Al-Fadhl lantas memandang wanita itu dan wanita itu pun memandangnya. Maka Rasulullah memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.”

Dan dari Jarîr bin ‘Abdullâh ra, ia menuturkan: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw mengenai pandangan yang tiba-tiba (tidak disengaja). Maka Beliau menyuruhku untuk memalingkan pandanganku.” (HR Muslim).

Dan dari ‘Alî ra, ia berkata: “Rasulullah Saw juga pernah bersabda kepadaku: “Janganlah engkau ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya. Karena pandangan pertama adalah untukmu, sedangkan pandangan berikutnya bukanlah untukmu.” (HR. Ahmad, dari jalur Buraidah).

Inilah dalil-dalil yang dikemukakan oleh mereka yang berpendapat wajibnya hijab (cadar), dan mereka yang mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Dalil-dalil tersebut seluruhnya tidak relevan dengan permasalahan yang hendak mereka kemukakan dalilnya. Karena seluruh dalil tersebut tidak berkaitan dengan topik ini. [BERSAMBUNG KE BAG-2]

Sumber: Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, Nizamul Ijtimai fil Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam, 2007).

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button