Nabi Yahya Bukan Sekadar Nabi, tapi Simbol Perlawanan terhadap Kezaliman

Pesan untuk Kita Hari Ini
Apa yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Yahya? Banyak. Tapi izinkan saya fokus pada satu: integritas. Di negeri ini, kita kerap menyaksikan orang yang tadinya lantang melawan korupsi, tapi diam begitu berada di lingkar kekuasaan. Kita melihat pemimpin yang lebih takut kehilangan jabatan daripada kehilangan kepercayaan rakyat.
Yahya mengajarkan, menjadi benar itu sering sendirian. Dan tak ada jaminan bahwa kebenaran akan menang secara duniawi. Tapi keberanian untuk tetap tegak itulah yang membuat manusia hidup mulia.
Allah mengabadikan kisahnya dengan salam abadi:
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
“Keselamatan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia wafat, dan pada hari ia dibangkitkan kembali.” (Q.S. Maryam:15)
Salam itu bukan hanya untuk Nabi Yahya, tapi juga untuk siapa pun yang memilih jalan lurus, meski berisiko.
Menjadi “Yahya” di Zaman Ini
Mungkin kita tak akan berhadapan dengan raja zalim. Tapi kita akan selalu berhadapan dengan pilihan: ikut arus atau melawan arus demi nilai.
Sosok Nabi Yahya mengingatkan kita bahwa keberanian bukanlah berteriak lantang saat ramai mendukung, tetapi tetap berkata “tidak” saat semua orang memilih diam. Dan itu, dalam banyak hal, adalah bentuk kemuliaan tertinggi. “Jadilah cahaya, meski sendirian dalam gelap.” []
Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr, Lc, M.A, M.Pd. C.ISP, C.LQ., Pendidik di SMAIT Ar Rahman Banjarbaru.