#Menuju Pilpres 2024RESONANSI

Nahdliyin Bersatu Menangkan Pilpres, Mungkinkah?

Elite-elite kelompok “Semangka” inilah yang terbaca dengan mudah sangat anti dengan AMIN, sangat tidak menginginkan adanya kerjasama Nahdliyin (Islam tradisional) dengan kelompok Islam modern. Mereka inginnya terus ‘membebek’ berkoalisi dengan kelompok ‘merah’ alias nasionalis-sekuler. Kelompok semangka ini merasa tidak sefrekuensi, kurang nyaman, atau bahkan bukan habitatnya bila bersama kelompok Islam modern. Merasa seperti minyak dan air.

Saya termasuk orang yang mengapresiasi Ketum PKB, Muhaimin Iskandar. Terlepas dari apapun motif dan kepentingannya, dia mau datang dan bekerjasama dengan PKS, partai Islam yang terus-terusan difitnah sebagai Wahabi. Gus Imin bahkan mengatakan, “good by masa lalu perbedaan-perbedaan yang nggak penting. Kita songsong masa depan untuk cepatnya terwujud pembangunan yang adil, makmur dan sejahtera.”

Inilah modal untuk menang. Persatuan (ukhuwah). Nahdliyin bersatu. Nahdliyin dan kelompok Islam modern bersatu. Jangan dipecah-pecah. Wong Gus Aam atau KH Agus Solachul Wahib Wahab, cucu KH Wahab Chasbullah, pencipta lagu Syubbanul Wathon (Ya Lal Wathon) yang dinyanyikan di kantor DPP PKS saat pertemuan PKS-Nasdem-PKB dan pasangan AMIN beberapa waktu lalu, sekarang ini nyaleg DPR dari PKS. Gus Aam jadi Caleg untuk Dapil Jatim VIII nomor urut dua.

Persatuan itu, kata mantan perdana menteri Allahyarham Mohammad Natsir dalam bukunya “Mempersatukan Ummat”, adalah urusan hati. Kelompok, partai, ormas, tidak mungkin dapat disatukan. Sebab berbilangnya organisasi atau partai itu adalah sunatullah. Perpecahan, kata Pak Natsir, disebabkan oleh ‘ananiyyah’ (aku-isme), bukan banyaknya organisasi.

Dengan bersatu, lalu diikuti usaha yang super optimal, kemenangan akan bisa diraih. Usaha ini tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin.

AMIN punya beban lebih setelah disiarkan bahwa sejumlah kiai telah menyebut nama mereka berdua, jauh sebelum Ketum Nasdem Surya Paloh mempertemukannya. Jangan sampai nanti muncul olokan atau bully pada kiai jika perolehan suara pasangan ini tidak seperti yang diharapkan karena usaha ‘bumi’ yang kurang optimal.

Anda bisa baca bagaimana kisah Sultan Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel. Sang guru, Syekh Aaq Syamsyuddin, terus menerus mendoakan muridnya itu. Saat Al-Fatih mulai goyah, ia mengutus seorang menterinya untuk menemui Sang Guru. “Pasti Allah akan memberikan kemenangan,” demikian jawab Syekh Syamsuddin.

Doa saja tidak cukup. Untuk menaklukkan Konstantinopel, Al-Fatih menyiapkan pasukan dalam jumlah yang sangat besar -250 ribu pasukan-, persenjataan modern dan terbaik serta strategi militer yang sangat brilian. Pasukan Al-Fatih adalah pasukan-pasukan terlatih dengan mental, nafsiyah, dan semangat jihad tinggi. Terus terngiang dalam diri para pasukan, “Konstantinopel akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.”

Jika AMIN ingin menang dalam Pilpres 2024, tak ada salahnya bila elite-elite pasangan ini, juga para pendukungnya untuk membaca kisah Muhammad Al-Fatih. Sekali lagi, menang memang tidak mudah tetapi bukan tidak mungkin. []

Shodiq Ramadhan, Redaktur Pelaksana Suaraislam.id.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button