MUHASABAH

Narasi Ibu Sukma vs Islam

Perang pemikiran tak pelak akan selalu terjadi hingga akhir zaman. Ini membuktikan bahwa Islam adalah akidah yang kuat. Sebab berbagai pemikiran rusak selalu coba-coba ingin beradu tanding melawan Islam. Padahal, saat dibenturkan, dengan sendirinya mereka akan kalah, habis dilibas Islam. Sebab Islam berasal dari Allah, Penguasa alam semesta beserta isinya.

Sebagaimana yang terjadi beberapa waktu lalu. Akhirnya terbukalah pemikiran umat melalui lisan seorang ibu tua. Dengan bangga beliau menyandingkan ayahnya dengan Rasulullah, Alquran dengan Pancasila. Demi menyuarakan ide radikalisme, menantang umat untuk berpikir keras, benarkah Alquran layak menjadi sebuah ideologi negara? Atau adakah yang lain yang lebih baik?

Trending topik #TangkapSukmawati seolah mewakili seluruh perasaan umat. Tak rela manusia mulia, Muhammad Rasulullah, direndahkan. Kecintaan terhadap sosok Muhammad membuat umat bersatu padu menentang pernyataan yang kontroversial tersebut. Sebab tidak diragukan lagi, Rasulullah adalah manusia terkasih.

Tidak hanya karena namanya yang selalu kita sebut saat salat, syafaatnya pun kita harapkan di Yaumul Qiyamah kelak. Muhammad juga menjadi suri teladan bagi umat. Menaatinya adalah sebuah kewajiban, sebab selain pada Alquran, umat berhukum pada Hadits Rasulullah. Seluruh kepribadian umat baik pola pikir maupun pola sikapnya, dibentuk dari kedua hal ini.

Sebagaimana pernah terjadi ketika Zaid akan dibunuh. Abu Sufyan bertanya, “Hai Zaid, aku telah mengadukanmu kepada Allah. Sekarang, apakah engkau senang jika Muhammad berada di tangan kami menggantikan tempatmu? Lalu engkau memenggal lehernya dan engkau kembali kepada keluargamu.” Zaid bin Datsinah menjawab, “Demi Allah, aku tidak rela Muhammad menempati suatu tempat yang akan dihantam jerat yang menyiksanya. Sementara aku duduk-duduk dengan keluargaku.” Abu Sufyan terkejut, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang mencintai sahabatnya seperti kecintaan sahabat kepada Muhammad.” Maka kemudian Zaid pun mati disalib Abu Sufyan dan Shofwan bin Umayyah.

Islam melahirkan manusia yang berkualitas. Sebab dengan landasan akidah yang sahih, maka dipastikan aktivitasnya akan terukur dengan baik. Nilai baik dan buruk, sejalan dengan pahala dan dosa. Manusia beriman akan senantiasa terjaga aktivitasnya dari dosa dan pelanggaran, sebab takut terhadap murka Allah.

Berbeda dengan sekularisme, peran Allah ditiadakan. Allah tidak lagi mendapat tempat di ruang publik. Manusia lebih percaya akalnya untuk membuat aturan ketimbang mengikuti syariat Allah. Maka, aktivitas yang lahir menjadi tidak bernilai. Bahkan yang terjadi adalah kerusakan, akibat nilai baik dan buruk ditakar melalui pemikiran manusia yang serba terbatas.

Maka tidak heran jika muncul narasi ibu tua tersebut. Di tengah pekatnya udara sekularisme, kebebasan berpendapat diberi ruang dan pemikiran batil pun diberi panggung. Maka wajar jika kemudian berbagai ide dilontarkan ke tengah umat. Tujuannya adalah menggoyahkan pemikiran umat.

Namun, bagai buah simalakama, alih-alih berniat memojokkan umat dengan memunculkan opini yang tidak jelas bentuknya, yaitu radikalisme. Malah pada akhirnya membangunkan umat dari tidur panjangnya. Mengusik syu’ur Islam yang masih menempel dalam diri umat. Lisan ibu tua membuka pemikiran umat, bahwa sejatinya Islamlah yang harus mereka bela bukan yang lain.

Karenanya dakwah harus terus massive disuarakan, sebagai bentuk penjagaan akidah. Tujuannya agar umat memiliki pemikiran dan perasaan yang sama. Umat tetap bangga dengan keislamannya, dan bersatu menolak berbagai ide kufur.

Dengan Islam, umat akan bangkit dan menyusun kembali kekuatan, membangun tembok peradaban gemilang. Dengannya, kemuliaan umat adalah sebuah keniscayaan, dan itu akan terjadi tidak lama lagi. Wallahu ‘alam.

Lulu Nugroho
Muslimah Penulis dari Cirebon

Artikel Terkait

Back to top button