Narasi Terorisme Membidik Perempuan
Moderasi Islam sebagai agenda kontraradikalisme dan deradikalisasi, sejatinya adalah racun mematikan bagi kaum muslimin. Agenda ini merupakan strategi untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam kafah. Lewat agenda ini diharapkan Islam menjadi agama yang menerima pluralisme, ramah, toleran, dan terbuka dengan berbagai ide Barat, tidak terkecuali kaum perempuannya.
Agenda kontraradikalisme lewat moderasi Islam ini jelas harus diwaspadai. Sebab inti dari agenda ini adalah deislamisasi, karena agenda ini banyak mereduksi ajaran Islam yang mulia. Tidak terkecuali ajaran tentang syariat cadar, jilbab, dan kerudung yang hari ini justru distigma negatif.
Maraknya aksi teror yang melibatkan perempuan tak ayal juga makin mengokohkan isu feminisme di tengah kaum muslimah. Aktivis perempuan Milastri Muzakkar menyebut solusi dari munculnya perempuan sebagai “Millennial Bomber” adalah dengan melakukan pelatihan-pelatihan “Milenial Reformis” di berbagai daerah di Indonesia yang dianggap rawan menjadi basis perekrutan teroris.
Pelatihan ini ditujukan untuk merekrut milenial perempuan yang memiliki pengaruh (influencer) di media sosial dan di komunitasnya masing-masing, agar memiliki komitmen untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan, serta memperjuangkan kesetaraan gender. (detik.com, 1/4/2021).
Jelas, keterlibatan perempuan dalam aksi teror patut menjadi bahan renungan bersama. Jangan sampai aksi ini kembali berulang, serta kembali memojokkan Islam dan umatnya. Apalagi dimanfaatkan sebagai momentum untuk menggencarkan moderasi Islam dan mengokohkan berbagai ide yang menyesatkan kaum muslimah.
Dengan demikian, menjadi tugas berbagai elemen umat ini, khususnya para ulama dan para aktivis dakwah, untuk menanamkan akidah yang lurus kepada umat; membentuk kepribadian Islam kepada generasi Islam; dan memahamkan pentingnya menerapkan Islam kafah di tengah umat.
Penerapan Islam secara kafah inilah yang nantinya melahirkan perempuan-perempuan yang paham hakikat penciptaannya, sebagaimana fitrahnya, yakni sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangganya, sekaligus pendidik pertama dan utama anak-anaknya.
Perempuan yang lahir dalam naungan Islam ini adalah perempuan salihah, yang menjaga kehormatan dan kemuliaannya; mengasuh dan mendidik anak-anaknya sebagaimana yang Baginda Nabi Muhammad Saw. contohkan; serta menjadikan keluarganya sebagai pondasi untuk mengokohkan dakwah Islam dan membangun peradaban Islam yang gemilang.
Perempuan-perempuan hebat inilah yang tidak hanya menjadi ibu bagi generasi, tetapi juga muslimah negarawan sebagaimana Bunda Aisyah Ra. Perempuan handal yang mampu melahirkan generasi sekelas Muhammad Al-Fatih dan menjadi suluh di tengah umat.
Maka, inilah perempuan radikal, ramah terdidik dan berakal, yang dirindu umat. Yakni perempuan radikal dalam makna menjalankan Islam secara kafah. Sebagaimana seruan Allah SWT. kepada hamba-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 208).
Perempuan seperti inilah yang mengantarkan generasi bangsa ini menjadi umat terbaik, sebagaimana firman Allah SWT, “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali Imran [3]: 110). Wallahu ‘alam bishshawab.
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan dan Ibu Generasi Hebat