Nasihat Natsir, Al Fatih dan Sayyidina Ali untuk Pemimpin
“Kerjakan yang di senangi Allah, maka Allah akan wujudkan yang Anda senangi, binalah umat niscaya umat akan membinamu, tak usah dipikirkan yang tidak mungkin , kerjakan mana yang bisa, mulai dengan apa yang ada, karena yang ada itu sudah cukup untuk memulai”
“Janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak hanya berbunyi ketika terhempas di pantai. Tetapi jadilah kamu sebagai air bah, mengubah dunia dengan amalmu. Kipaskan sayapmu di seluruh ufuk, sinarilah zaman dengan nur imanmu, kirimkan cahaya dengan nur imanmu. Kirimkan cahayanya dengan yakinmu. Patrikan segala dengan nama Muhammad saw”
Mohammad al Fatih, adalah tokoh besar Islam yang menaklukkan Konstantinopel (1453). Al Fatih yang lahir pada 30 Maret 1432 dan wafat pada 3 Mei 1481, memimpin pasukan perang dan menaklukkan ibukota Romawi, pada usia 21 tahun. Selama berkuasa (1451-1484), Sultan Muhammad Al-Fatih telah membangun lebih dari 300 Masjid, 57 Sekolah dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah di Utsmani. Salah satu peninggalannya yang terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Masjid Jami’ Abu Ayyub Al-Anshari.
Pesan pemimpin besar ini sebelum meninggal:
“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah SWT. Namun aku sama sekali tidak merasa menyesal, sebab aku meninggalkan pengganti seperti kamu. Maka jadilah engkau seorang yang adil, saleh dan pengasih.
Rentangkan perlindunganmu terhadap seluruh rakyatmu tanpa perbedaan. Bekerjalah kamu untuk menyebarkan agama Islam sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di bumi.
Kedepankan kepentingan agama atas kepentingan lain apapun. Janganlah kamu lemah dan lengah dalam menegakkan agama. Janganlah kamu sekali-kali memakai orang-orang yang tidak peduli agama menjadi pembantumu. Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar dan larut dalam kekejian…
Oleh sebab ulama itu laksana kekuatan yang harus ada di dalam raga negeri, maka hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain, ajaklah dia agar datang ke negeri ini dan berilah dia harta kekayaan. Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu dengan harta benda dan jangan pula dengan banyaknya tentara. Jangan sekali-kali kamu mengusir ulama dari pintupintu istanamu. Janganlah kamu sekali-kali melakukan satu hal yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj (pedoman) hidup kita dan dengan agama kita menang.
Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini laksana semut kecil, lalu Allah karuniakan kepadaku nikmat yang demikian besar ini. Maka berjalanlah seperti apa yang aku lakukan. Bekerjalah kamu untuk meninggikan agama Allah dan hormatilah ahlinya. Janganlah kamu menghambur-hamburkan harta negara dalam foya-foya dan senang-senang atau kamu pergunakan lebih dari yang sewajarnya. Sebab itu semua merupakan penyebab utama kehancuran.”
Patut juga para pemimpin Islam negeri ini mengambil ibrah dari surat-surat Sayyidina Ali r.a. yang sangat berharga. Nasehat khalifah keempat ini adalah surat-surat yang dikirimkannya kepada gubernur Mesir Malik bin Harits al Asytar, pada tahun 655M. Nasihat ini berisi prinsip-prinsip dasar tentang pengelolaan atau manajemen sebuah pemerintahan, organisasi dan lain-lain.
Menurut Profesor A Korkut Özal dari Turki, pada perkembangan selanjutnya ternyata surat ini memberi banyak inspirasi bahkan menjadi bahan acuan bagi banyak pemimpin, melintasi ruang dan waktu. Tercatat ia mampu melintasi Eropa di masa Renaissance bahkan Edward Powcock (1604-1691), profesor di Universitas Oxford, menerjemahkan surat ini ke dalam bahasa Inggris untuk pertama kalinya dan pada 1639 disebarkan melalui serial kuliahnya yang disebut Rhetoric. Diantara nasihatnya adalah:
“Ketahuilah wahai Malik bahwa aku telah mengangkatmu menjadi seorang Gubernur dari sebuah negeri yang dalam sejarahnya berpengalaman dengan pemerintahan-pemerintahan yang benar maupun tidak benar.
Sesungguhnya orang-orang akan melihat segala urusanmu, sebagaimana engkau dahulu melihat urusan para pemimpin sebelummu. Rakyat akan mengawasimu dengan matanya yang tajam, sebagaimana kamu menyoroti pemerintahan sebelumnya juga dengan pandangan yang tajam. Mereka akan bicara tentangmu, sebagaimana kamu bicara tentang mereka.