‘Ndasmu Oplosan’

Ada dua kata yang viral akhir-akhir ini. Pertama ‘ndasmu’. Kata yang diungkap Presiden Prabowo dalam HUT Partai Gerindra. Kata ini terlontar saat Prabowo menanggapi kritikan kepada kabinet gemuk yang dibentuknya.
Kedua kata ‘oplosan’. Kata yang viral karena tertangkapnya tujuh orang pimpinan Pertamina yang mengoplos Pertalite dan Pertamax. Kerugian yang dicapai negara mencapai Rp193 triliun dan seluruhnya bisa mencapai hampir Rp1000 triliun.
Yang menarik bila dua kata ini digabung. Ndasmu oplosan. Maknanya kepalamu tidak punya pikiran yang orisinil. Kamu hanya mengutip atau manut orang-orang di sekelilingmu. Kamu tidak bisa menghindar orang cawe-cawe pada pemerintahanmu. Kritikan ini juga juga ditujukan kepada Prabowo yang tidak bisa berkutik dengan cawe-cawe Jokowi.
Meski Prabowo menyatakan bahwa dialah yang mendatangi mantan Presiden Jokowi (dan Presiden SBY) untuk minta masukan, tapi masyarakat tak percaya. Prabowo menyatakan bahwa pengalaman keduanya yang total memerintah 20 tahun, sangat perlu untuk diambil teladan.
Mahasiswa melihatnya lain. Prabowo bukan mengambil teladan dari Jokowi, tapi Prabowo tidak berkutik dengan cawe-cawe Jokowi. Prabowo tidak berani membawa Jokowi ke pengadilan. Prabowo tidak tegas dalam masalah hukum pagar laut, tidak tegas dalam masalah korupsi dan lain-lain.
Gaya militer Prabowo juga mulai kelihatan. Mulai dari perkataan kasar Ndasmu, pengadaan retret seminggu untuk kepala daerah di Magelang, pembentukan Danantara dan lain-lain. Presiden ke-8 ini ingin semua bidang di bawah tangannya langsung. Dengan kesediannya untuk dicalonkan lagi menjadi presiden pada 2029, menunjukkan ia ingin berkuasa lebih panjang untuk mengatur negeri ini.
Seorang mantan menteri di era Jokowi punya pandangan yang menarik tentang Prabowo. Menurutnya, presiden ini tidak mempunyai kepercayaan diri. Ia gampang sekali menerima masukan dari pihak luar. Ini terlihat dari pembentukan kabinetnya yang gemuk. Ia tidak bisa menolak permintaan partai-partai untuk mengambil kursi Kementerian. Maknanya kepalanya oplosan. Yakni ia tidak mempunyai pendirian atau kepercayaan diri dalam mengambil kebijakan.
“Jika anda ingin menguji karakter seseorang, berilah ia kekuasaan,” kata Presiden Amerika, Abraham Lincoln. Kekuasaan memunculkan karakter sejati pada seseorang. Lihatlah penguasa-penguasa di tanah air karakternya. Soekarno rakus wanita dan kekuasaan, Soeharto rakus kuasa, begitu juga Jokowi dan Prabowo.
Saat ini adalah bulan Ramadhan. Bulan pengendalian diri. Sanggupkah Prabowo mengendalikan nafsunya untuk tidak sewenang-wenang? Sikap Prabowo yang ingin semua bidang di bawah kendalinya, menunjukkan ia tidak bisa mengerem syahwat kuasanya. Prabowo harusnya menyerahkan banyak bidang ke menteri-menterinya, bukan menyatukan banyak bidang di bawah kendalinya langsung. Pemimpin yang gagal mendelegasikan, akan gagal dalam kepemimpinannya.
“The function of leadership is to produce more leaders, not more followers,” kata Ralph Nader. Prabowo bisa dikatakan gagal dalam hal ini. Banyak anak-anak muda di Partai Gerindra yang mumpuni. Tapi karena Prabowo ambisi kekuasaannya tidak bisa dibendung, mereka mentok menjadi menteri. Kalau Prabowo tahu diri dengan usianya yang makin menua, harusnya ia mempersiapkan Fadli Zon, Dasco dan lain-lain untuk menjadi pemimpin nomor satu di negeri ini.
Bila Prabowo tidak mengubah gaya kepemimpinan militernya, bukan tidak mungkin ke depan masalah akan lebih banyak lagi. Masyarakat kini juga banyak yang protes tentang banyaknya aparat TNI yang menduduki jabatan-jabatan sipil.
Mungkinkah Prabowo akan mengubah gaya kepemimpinannya? Kita lihat ke depan. Wallahu alimun hakim. []
Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.