Negeri di Atas (Awan) Asap!
Kalau ini azab bagi kami, maka biarkan lah kami sendiri…
Kalau ini bencana bagi kami, maka tinggalkan lah kami sendiri…
Bila ini hukuman bagi kami, maka berpaling lah dari kami…
Dan bila kami sudah sendiri, biarkan kami tentukan nasib kami sendiri…
Sudah saatnya kami mempunyai rencana dengan hidup kami…
Sudah saatnya kami membicarakan nasib kami sendiri…
Tak perlu emphaty yang sekedar basa basi…
Mulut sadis, sekejam iblis, dari jauh manis di dekati sinis
Puisi itu ditulis bukan oleh remaja galau. Apalagi netizen iseng.
Sang penulis adalah Dekan Fisipol Universitas Islam Riau (UIR) Dr. Moris Adidi Yogia.
Kendati tidak secara langsung menyebut nama, puisi bernada nelangsa, jengkel dan kemarahan memuncak itu jelas ditujukan kepada siapa.
Seperti sebuah duet, Dekan Fisipol Universitas Riau (Unri) Dr Syafri Harto memajang foto sejumlah ruas jalan di Kota Pekanbaru, dan kampus Unri yang diselimuti asap tebal.
Salah satunya adalah gedung Rektorat Unri yang hanya terlihat samar-samar.
“Ni…Langit RIAU BIRU Pak IQBAL,” tulis Syafri.
Dua status medsos akademisi negeri Lancang Kuning itu hanyalah beberapa reaksi yang muncul dari publik. Kesal, jengkel, geregetan, marah campur aduk menjadi satu, menyikapi sikap dan cara pemerintah menangani bencana asap, akibat kebakaran hutan.
Sebelumnya Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol M Iqbal menyebut langit Riau sudah biru. Pemerintah sudah berhasil mengatasi kebakaran hutan disana.
Iqbal membantah pemberitaan sejumlah media bahwa asap di kota Pekanbaru sangat tebal.
Berdasarkan pemantauannya ketika mendampingi Kapolri Tito Karnavian ke lokasi kebakaran, aktivitas warga sudah pulih. Anak-anak kembali bersekolah, setelah sebelumnya diliburkan.
“Di sana situasi sebenarnya di Pekanbaru dan sekitarnya, setelah pukul 11.12 WIB semua clear langit biru nampak, artinya tidak seutuhnya benar apa yang disampaikan media,” kata Iqbal di Mabes Polri, Jumat (20/9).
Lambannya reaksi pemerintah mengatasi kebakaran hutan di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan, menimbulkan kemarahan publik dimana-mana.
Belum lagi terkesan para pejabat asal ngomong dan meremehkan persoalan.
Menko Polhukam Wiranton juga menyalahkan media. Terlalu membesar-besarkan persoalan.
“Jarak pandang masih bisa, pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker. Kami juga tidak pakai masker. Saat siang, sangat jelas awan-awan terlihat,” ujar Wiranto di Pekanbaru Rabu (18/9).
Pernyataan Wiranto ini membuat warga di Pekanbaru sangat kesal. Ada yang menantang Wiranto untuk tinggal lebih lama di Riau. Biar bisa merasakan bagaimana rasanya terkurung dalam sebuah ruangan dengan tungku yang menyala besar.