SUARA PEMBACA

Negeri ini Butuh Kesadaran Syariah

Kementrian Keuangan (Kemenkeu) RI menggandeng lima instansi di antaranya Kementrian Agama (Kemenag), Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), serta Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk mendidik dan menumbuhkan karakter sadar pajak sejak dini di lingkungan pendidikan.

Menurut Sri Mulyani, tugas konstitusi untuk mengumpulkan penerimaan pajak tidaklah mudah. Dibutuhkan kesadaran serta pemahaman yang harus ditanamkan sejak dini. Peningkatan sadar pajak perlu dilakukan dalam lingkungan pendidikan mulai jenjang SD hingga Perguruan Tinggi (PT). Kemenristekdikti sudah lebih dulu mengeluarkan kebijakan terkait edukasi kesadaran pajak pada PT. materi kesadaran pajak akan masuk ke Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) yaitu Bahasa, Sejarah, Pancasila, dan Agama. (kompas.com)

Kejar target pemerintah mengejar capaian pendapatan Negara melalui pajak, tampaknya sudah sangat ngotot. Kebutuhan untuk memenuhi berbagai anggaran belanja Negara yang tak bisa ditunda menjadi sebabnya. Bagaimana tidak? Negara memang telah menjadikan pajak sebagai pendapatan utama untuk mencover hamper seluruh kebutuhan Negara. Mulai dari gaji para pegawai negeri, pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, sampai bayar utang luar negeri.

Artinya pajak menjadi pasokan utama Negara untuk membayar semua tuntutan kebutuhan tersebut. Untuk membuat seluruh masyarakat tertib membayar pajak, maka pemerintah melakukan berbagai cara di antaranya dengan meminta para rektor mengurus para mahasiswa wisuda langsung mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pemerintah berharap para mahasiswa yang lulus bisa menjadi wajib pajak yang patuh, karena ini dalam upaya membangun Negara.

Tanggung jawab membangun Negara memang butuh kontribusi dari berbagai pihak, baik pemerintah sendiri maupun warga negara. Akan tetapi ketika pemasukan utama Negara dibebankan kepada pajak, maka ini hal yang keliru. Karena ketika pajak menjadi pemasukan utama Negara artinya rakyatlah yang menjadi penyokong keberlangsungan roda ekonomi Negara. Sementara pemerintah sifatnya hanya sebagai pengelola dan pengatur. Lantas sumber daya alam yang melimpah yang menjadi hak rakyat lari ke mana?. Ditambah dengan kondisi ekonomi rakyat Indonesia yang terbilang masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bukankah hal ini malah akan membuat beban ekonomi masyarakat semakin berat?

Beginilah dampak dari Sistem ekonomi kapitalis yang bercokol di negeri ini. Dalam sistem ini, pajak memang telah menjadi penyokong utama pendapatan Negara. Sehingga pantas saja jika program-program kesadaran pajak tersebut dianggap sebagai suatu hal yang positif bagi berbagai kementrian dan pemerintahan. Mereka memang menjadikan sistem ekonomi kapitalis sebagai standar dari kebijakan perekonomian negeri ini.

Penerapan kebijakan ini bukan suatu yang tidak berdampak. Realitasnya rakyat memang sangat terbebani dengan kewajiban pajak. Kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang tak dapat tercapai. Karena banyak rakyat yang tak dapat memenuhi wajib pajak, akhirnya banyak kebutuhan masyarakat pula yang tak terpenuhi. Sehingga hal ini berdampak luas pada kesejahteraan rakyat pada umumnya. Padahal seharusnya pendapatan pokok Negara bukan berasal dari pajak.

Mari tengok syariah Islam. Dalam syariah Islam pemasukan utama Negara bukanlah pajak. Negara memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan, pendidikan, keamanan rakyatnya dengan cuma-cuma tidak bertumpu pada pajak. Pengelolaan sumber daya alam adalah pos pertama yang digunakan Negara untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya. Adapun zakat, fungsinya sebagai pendapatan Negara tapi hanya dikeluarkan khusus untuk golongan tertentu sesuai dengan petunjuk nash syara.

Dalam syariah islam, pajak hanya dipungut dari kaum nonmuslim yang disebut jizyah, tapi itu pun kepada nonmuslim laki-laki yang mampu. Sebagaimana dikisahkan pada masa kekhilafahan Umar Bin Khatab, saat beliau melihat seorang kakek yang sudah sangat sepuh sedang meminta-minta di jalan. Lalu beliau menegurnya “Mengapa engkau meminta-minta?”, jawab kakek tua tersebut, “Aku meminta-minta karena harus membayar jizyah.” Seketika Umar langsung membebaskan kakek tersebut dari kewajibannya membayar jizyah.

Begitulah Islam memperlakukan rakyatnya. Karena dalam islam penguasa adalah pelayan rakyat bukan sebaliknya. Pajak hanya dipungut dalam syariat islam hanya pada kondisi defisit. Baitul mal benar-benar kosong, tidak punya pemasukan. Tapi pemungutan pajak itu hanya diwajibkan pada orang kaya saja, itu pun akan dihentikan saat kondisi ekonomi telah stabil, baitul mal telah normal kembali.

Maka pada dasarnya untuk membangun negeri ini, kita butuh kesadaran syariah daripada kesadaran pajak. Karena dengan kesadaran syariah umat akan semakin mengetahui betapa islam dengan seperangkat aturannya akan mengayomi, akan mewujudkan kesejahteraan hidup. Hanya jika islam benar-benar diterapkan dalam kehidupan. Dijadikan sebagai sistem kehidupan dan pengaturan segala aspek kehidupan bukan hanya pada tataran ritual saja. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya bagi kita untuk menyadari tiada solusi yang paling ampuh untuk mengatasi permasalahan negeri ini selain menjadikan islam sebagai sistem kehidupan. Wallahu’alam bish shawab.

Anisa Rahmi Tania
(Aktivis Muslimah Jakarta Utara)

Artikel Terkait

Back to top button