Niat Puasa Sunnah Bisakah di Siang Hari?
Niat wajib dilakukan jika hendak berpuasa, baik puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nazar, puasa kaffaroh, puasa qadha’ dll maupun puasa sunnah seperti puasa Arafah, puasa Asyura, puasa putih, puasa Senin-Kamis, dll. Bahkan niat wajib dilakukan pada seluruh ibadah mahdhaoh apapun jenisnya. Semua ibadah yang tidak disertai niat, maka ibadah tersebut tidak sah. Dalil wajibnya niat adalah hadits berikut;
Dari Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan tiap orang mendapatkan apa yang diniatkan.” (H.R. Bukhari)
Berdasarkan hadits di atas, orang yang menahan diri dari makan dan minum tapi tidak berniat ibadah, misalnya karena mogok makan, maka dia tidak mendapatkan pahala apapun.
Hanya saja terkait puasa sunnah, niat boleh dilakukan di siang hari meskipun setelah terbit fajar. Dalil yang menunjukkan kebolehan ini adalah hadits berikut ini;
Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata; Pada suatu, Nabi Saw menemui dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?” kami menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” (H.R. Muslim)
Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw berpuasa sunnah. Ketika niat puasa Rasulullah Saw ternyata dilakukan di siang hari, yakni setelah terbut fajar karena beliau tidak mendapati makanan di rumahnya yang bisa dimakan, maka hal ini menunjukkan puasa sunnah boleh diniatkan di siang hari.
Sejumlah sahabat seperti Abu Ad-Darda’, Ibnu Abbas, Hudzaifah, Abu Thallah dan Abu Hurairah juga memiliki kebiasaan seperti Rasulullah Saw ini. Yakni berniat puasa sunnah di siang hari jika tidak mendapatkan makanan yang bisa di makan di rumahnya. Bukhari meriwayatkan;
Ummu Ad-Darda’ berkata: Kebiasaan Abu Ad-Darda’ jika bertanya: Apakah ada makanan?, lalu kami menjawab: Tidak, maka beliau berkata; Aku puasa hari ini. Abu Tholhah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Hudzaifah juga melakukan kebiasaan ini. (H.R. Bukhari)
Adapun hadis yang mewajibkan niat harus di malam hari sebelum terbit fajar, misalnya hadis berikut ini;
Dari Hafshah dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka ia -dianggap- tidak berpuasa.” (H.R. An-Nasai)
Lafadz lain berbunyi;
Dari Hafshah dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit fajar, tidak ada puasa baginya.” (H.R. An-Nasai)
Hadits ini dan yang semakna dengannya hanya berlaku bagi puasa wajib. Artinya puasa wajib niatnya harus di malam hari sebelum terbit fajar, sementara puasa sunnah niatnya boleh di malam hari sebelum terbit fajar dan boleh juga di siang hari. Dengan kata lain, hadis yang membolehkan niat puasa di siang hari telah men-takhsish keumuman hadis yang memerintahkan berniat di malam hari.
Menafsirkan bahwa Rasulullah Saw telah berniat puasa sunnah di malam hari pada hadis Aisyah di atas, demi menguatkan pendapat bahwa niat puasa sunnah tetap wajib di malam hari adalah takwil yang terlalu jauh, yang tidak didukung riwayat maupun siyaq (konteks) hadis Aisyah.
Hanya saja, untuk keabsahan berniat puasa sunnah di siang hari disyaratkan tidak boleh makan apapun sebelum niat tersebut termasuk semua hal yang membatalkan puasa seperti minum, jimak, dll. Jika hal-hal yang membatalkan puasa itu dilakukan sebelum berniat, maka niat puasa sunnah sesudah itu tidak sah. Ibnu Qudamah mengatakan;
“Diantara syaratnya adalah belum makan sebelum berniat, dan juga tidak melakukan apapun yang membatalkan puasa. Jika melakukan apapun dari hal-hal tersebut, maka puasanya tidak sah tanpa ada perselisihan yang kami ketahui.” (Al-Mughni, vol.6, hlm 54)
At-Thohawy meriwayatkan;
Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya beliau berada di pagi hari hingga waktu dhuhur, kemudian beliau berkata; Demi Allah aku telah berada di waktu pagi sementara aku tidak menginginkan/berniat puasa. Dan aku tidak makan makanan ataupun minuman apapun di hari ini. Aku sungguh akan berpuasa hari ini (Ma’ani Al-Atsar, vol.4, hlm 104). Wallahu a’lam bissawab.