Oligarki itu Sampah Demokrasi
Tanpa disadarinya itu semua misi fraksi dan faksi sosialisme pujaan Sokarno yang berkiblat ke “Marhaenisme” yang sejatinya mengangkat keberadaban Wong Cilik. Malah, tercerabut dari akarnya itu sendiri.
Jadi itulah rupanya yang menjadi “The X Factor” menenggelamkan elektabilitas PDIP dan Puan Maharani itu semakin dalam.
Jokowi dan Ganjar pun kemudian berpindah ke KIB dengan harapan “berkoalisi” sangat mudah mengendalikan ketiganya. Padahal, justru di KIB-lah terdapat segudang rekayasa yang tersimpan di dalam “sumur rumor buruk”, khususnya dari Golkar yang di publik sudah dikenal sebagai “biang kerok” kelancaran keberkuasaan oligarki itu.
Dikarenakan di KIB itu ada dua tokoh besar yang merancang “Grand Design” kiprah oligarki, sekaligus sebagai “tangan kanan” Jokowi yang telah “mengotaki” mekanisme jalannya mesin penyelenggaraan pemerintahan negara —bak Perdana Menteri, menteri segala urusan— di Kabinetnya, Luhut Binsar Panjaitan dan Airlangga Hartarto.
Sehingga, kepiawaian keduanya dalam membidani kepentingan oligarki sampai terbetik adagium di kabinet Jokowi tersebut disebut sebagai “Kabinet Penguasa-Pengusaha”.
Bahkan, satu lagi selain Ahok, keduanya bertiga juga dikenal menjadi “tripod” mediasi paling piawai ke oligarki, khususnya oligarki korporasi China Tiongkok.
Makanya, seiring perjalanan penjajagan Jokowi di KIB yang tak memakan waktu lama, Jokowi malah langsung “jeblok”. Sinyal pertamanya ditandai lengsernya dukungan Joman, kemudian disusul GP-Mania.
Bahkan, keterpurukan elektabilitas KIB itu ternyata sangat lebih parah dari pada PDIP. yang juga tengah teralienasi lebih lama dan duluan.
Terlebih, sekarang tercerabutnya dukungan dari akar-akar rumputnya justru ke Anies Baswedan, seperti dari Golkar ada Go-Anis; dari PAN ada Anies Amanat Nusantara; dan PPP ada Forum Ka’bah Membangun. Bahkan, ketiganya sudah membentuk jaringan koordinasi nasional (kornas) dalam Sekretariat Bersama Kuning, Ijo dan Biru.
KIB bergabung atau sendirian tinggal menunggu waktu memasang “batu nisan” dari keterpurukannya.
Belakangan, yang menjadi pelabuhan terakhir dari rangkaian petualangan ritus dan ritual politik jahat Jokowi dan Ganjar Pranowo ini kelihatan sudah “merapat” ke koalisi Gerindra-PKB.