Omnibus Law, Politik Hukum Indonesia, dan Keadilan Sosial
Secara ringkas dapat disebutkan perbedaan pada sistem pembentukan peraturan perundang undangan antara Common Law sistem dengan Civil Law sistem, yaitu;
Common Law:
✅ Didominasi oleh hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim
✅ Tidak ada pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan privat.
Civil Law:
✅ Produk hukum terkodifikasi
✅ Ada pemisahan secara tegas dan jelas antara hukum publik dengan hukum privat
Dalam Civil Law, hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi.
Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis.
Karakteristik kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran trias politica, yaitu pemisahan kekusaan.
Dalam perkembangannya, sistem hukum ini mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara (ini persamaan dengan hukum publik di sistem hukum Anglo-Saxon).
Hukum Privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya.
Bagaimana dengan Indonesia..?
Secara historis dan sistem peradilan, sistem hukum Indonesia lebih cenderung ke Civil Law.
Namun sejak Amandemen UUD 1945, tradisi sistem hukum Common Law mencoba mempengaruhi sistem hukum ketatanegaraan kita.
Secara faktual, penyelenggara negara di Indonesia tidak menggunakan Civil Law murni dalam pembentukan sistem hukum Indonesia, namun mencampuradukan alias mixed system. Karena memang selain faktor kondisi dunia yang sudah sangat lentur interaksinya, juga karena penguasa Indonesia paling suka dengan hal hal yang aneh dan baru.
Kesukaan ini disebabkan, baik karena ketidakpahaman dalam berpikir sistemik maupun karena kepentingan pragmatis dalam hubungan dengan pelaku bisnis besar.
Namun ada persoalan pokok yang mesti dilihat secara teliti dalam produk hukum berupa UU, baik produk UU dalam sistem Civil Law maupun Common Law, yaitu ;
Pertama, seberapa besar penguasa mengalokasikan kewenangan atau kekuasaan dalam mengatur hubungan antara:
a. Penguasa dengan rakyat dan,
b. Penguasa dengan pelaku bisnis besar…?
Kedua, seberapa besar penguasa memberikan perlindungan terhadap rakyat dalam hubungannya dengan pelaku bisnis besar..?
Pertanyaan ini dapat dijawab secara tidak langsung. Bahwa, semakin besar kekuasan negara terhadap rakyatnya melalui produk UU, semakin kecil kendali negara terhadap pebisnis besar, dan semakin lemah perlindungan negara terhadap rakyat jelata, maka artinya negara tersebut semakin menuju jurang kehancuran.