SUARA PEMBACA

One Piece Berkibar: Kritik Atas Ketidakadilan?

Tahun ini tepat Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang ke-80. Dua angka yang disebut sebagai lambang semangat “Dimiliki Bersama, Dirayakan Bersama.” Angka 8 dan 0 yang saling terhubung dan tidak terputus menggambarkan kesinambungan atas perjuangan serta keterhubungan seluruh rakyat Indonesia.

Akan tetapi, selang dua hari penetapan angka tersebut, berbagai kritik dari masyarakat mulai bermunculan. Begitu pula dengan berkibarnya bendera “One Piece” di berbagai daerah. Media sosial sontak diramaikan oleh aksi mereka yang mengibarkan bendera seri manga dari Jepang tersebut.

Dilansir dari Kompas.com (1/8/2025), jelang perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-80 pada 17 Agustus 2025, media sosial dihebohkan dengan pemasangan bendera One Piece di beberapa daerah. Sufmi Dasco, Wakil Ketua DPR, menanggapi pemberitaan tersebut dengan nada serius. Menurutnya pengibaran bendera One Piece diduga dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Ia minta supaya masyarakat tidak terprovokasi, sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa.

Tanggapan Wakil Ketua DPR tersebut bukanlah representasi pemerintah, karena Mensesneg sendiri menyatakan hal berbeda. Menurutnya, yang mewakili Presiden, selama pengibaran tersebut tidak dipertentangkan dengan bendera merah putih, maka tidak menjadi masalah.

Dari dua pernyataan tersebut, terlihat ketidakkompakan pemerintah dalam menanggapi kondisi di tengah masyarakat. Sementara itu, di beberapa wilayah, ada aparat yang reaktif dengan melakukan razia dan mencopot bendera One Piece yang terpasang (Tempo.co, 5/8/2025).

Lantas apa sebenarnya alasan di balik pengibaran bendera One Piece?

“One Piece” dan Luka Masyarakat

Jika melihat realitas di tengah masyarakat, tidak heran mengapa bendera “One Piece” berkibar menjelang Hari Perayaan Kemerdekaan. Cerita yang diracik apik Eiichiro Oda ini memberikan makna mendalam, seakan relate dengan kondisi sekarang.

Tokoh utama dalam seri manga ini ditampilkan sebagai sosok yang anti dengan oligarki yang korup, ketidakadilan, dan kesengsaraan hidup masyarakat kecil. Dia berjuang untuk melawan itu semua dengan segala upaya yang dia bisa. Sebuah cerita manga yang hari ini dipertontonkan di dunia nyata.

Kita bisa lihat faktanya dengan jelas dari berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai zalim. Di antaranya protes keras warga Pati. Warga Pati melakukan aksi tolak kenaikan pajak yang ditetapkan bupati hingga 250 persen. Meski sekarang keputusannya telah dibatalkan, namun terlihat jelas kritik masyarakat terhadap kebijakan zalim pemerintah diperlihatkan secara nyata di Pati.

Begitu pula berbagai berita terkait kebijakan pemerintah atas anggaran konsumsi untuk rapat koordinasi Menteri sebesar Rp171 ribu perorang. Jumlah ini jelas sangat tinggi dibanding dengan standar Makan Bergizi untuk anak-anak pelajar yang hanya Rp10.000. Bukan hanya itu, pemerintah pun menetapkan anggaran mobil dinas eselon I sebesar Rp931,64 juta per unit dan Rp1 miliar khusus mobil listrik. Padahal diawal masa kerja Presiden menyatakan tentang pentingnya penghematan anggaran di berbagai bidang.

Sungguh ironis. Pejabat pemerintah disuguhi berbagai fasilitas yang berkelas, sementara masyarakat hanya bisa menjadi penonton yang terluka. Tentu terluka, mengingat beberapa bulan sebelumnya Indonesia dihadapkan pada PHK besar-besaran, pengangguran semakin meningkat tajam, dan masyarakat semakin miskin. Hingga saat ini tidak ada solusi tuntasnya.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button