SUARA PEMBACA

Over Acting PPKM Darurat, Rakyat Sekarat

Covid-19 semakin menggila. Setiap hari dalam sepekan terakhir ini kasus positif covid dan yang meninggal selalu pecah rekor. Seperti hari ini (07/07/2021), positif Covid sebanyak 34.379 orang dan 1.040 orang yang meninggal (cnnindonesia.com, 07/07/2021). Diduga kuat, varian delta yang dari India telah sampai di Indonesia.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat (PPKM darurat) Jawa-Bali mulai tanggal 3 hingga 20 Juli 2021. Harapannya, kebijakan ini mampu menurunkan penularan Covid-19 yang terus melonjak.

Sebelumnya, pemerintah telah menggunakan berbagai istilah untuk kebijakan sejenis PPKM darurat ini. Ada PSBB (pembatasan sosial berskala besar) pada April 2020. Kemudian PPKM pada Januari 2021. Lanjut menjadi PPKM Mikro pada Maret 2021 yang bolak-balik diperpanjang. Namun kasus terus meningkat, pemerintah kemudian menggunakan istilah pengetatan atau penebalan PPKM Mikro pada Juni 2021. Dan awal Juli 2021, istilah pun berganti menjadi PPKM darurat.

Gonta-ganti istilah namun yang nampak di mata masyarakat tetaplah sama. Penyekatan di mana-mana, tes swab random, vaksinasi massal. Ada pula razia masker dengan sanksi denda dan sanksi sosial bagi yang melanggar. Membubarkan kerumunan, atau menarik denda Rp50 juta bagi yang mengadakan kerumunan di masa PPKM.

Ada pula surat izin keluar masuk (SIKM) yang wajib dimiliki bagi warga yang hendak keluar wilayah PPKM. Tak cukup dengan SIKM, ada surat hasil tes swab antigen. Di PPKM darurat, ditambah lagi surat telah vaksin dan hasil swab PCR.

Ironisnya, semua aturan tersebut hanya berlaku untuk rakyat biasa. Kerumunan orang di perayaan ulang tahun salah satu gubernur, selesai hanya dengan permohonan maaf dari sang gubernur. Pesohor yang berkerumun tanpa masker setelah vaksin, juga cukup dengan konferensi pers meminta maaf.

Ketika WNI di sekat sana sini, WNA justru melenggang. Alasannya, para WNA yang masuk telah memenuhi syarat penerbangan di masa pandemi. Saat tingginya kasus covid varian Wuhan, WNA China tetap berdatangan. Demikian juga saat India dihantui dengan “tsunami covid”, berjibaku melawan mutasi virus SARS-CoV-2 varian B1617, yang dikenal dengan varian delta, yang lebih ganas dan penularannya lebih cepat. Ratusan WNA India masuk ke Indonesia melalui bandara Soetta (cnnindonesia.com, 22/04/2021).

Over acting PPKM darurat membuat tujuan pemberlakuan pembatasan menjadi kabur. Yang terasa justru kesulitan dan kesempitan hidup bagi rakyat. Tujuannya agar mengurangi keluar masuk orang asing di suatu wilayah lalu dibuatlah penyekatan dengan petugas yang super ketat. Parahnya, protokol putar balik diberlakukan tanpa memandang kepentingan yang ingin melintas. Akibatnya, warga bingung mencari jalan alternatif untuk pergi bekerja atau memenuhi kebutuhan di rumah. Bahkan ada warga yang hendak menguburkan jenazah keluarganya terpaksa menerobos portal karena itu akses jalan yang tercepat.

Perihnya ketika kita menyaksikan over acting untuk membubarkan kerumunan terutama di warung-warung kecil pinggir jalan. Cara membubarkannya terlalu over acting. Padahal sebenarnya bisa dihimbau dengan pengeras suara untuk membubarkan diri. Tak perlu berlebihan hingga menyemprotkan air ke warung, mengangkut kursi, hingga mengangkut daging sate ke truk petugas. Yang belakangan diakui Kapolres bahwa ada kesalahan prosedur. Dan lagi-lagi semua terendap dengan permintaan maaf sang pejabat keamanan.

Fakta di atas bisa membuat rakyat sekarat. Bukan covid saja yang membahayakan hidup, over acting PPKM pun bisa membuat rakyat sekarat. Pemerintah beralasan BLT telah diberikan sebagai kompensasi PPKM. Padahal BLT tak bisa langsung masuk ke perut untuk menutupi rasa lapar dan haus. Perlu keluar rumah untuk mengambil BLT di Bank, tak jarang terjadi kerumunan juga saat pencairan BLT. Setelah uang di tangan, masih perlu ke pasar untuk membeli sembako.

Lihatlah kontroversi yang terjadi. Di satu sisi PPKM darurat untuk mengurangi mobilitas, sementara BLT justru memaksa untuk mobile. Sempat dibuat dalam paket bansos, ternyata tak efektif sebab jadi ajang korupsi pejabat yang lemah iman. Simalakama.

Sebenarnya sudah ada UU Karantina Kesehatan no.6 tahun 2018. Pasal 55 ayat 1 berbunyi: Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button