SUARA PEMBACA

Pak Menag, Ibadah Haji Mohon Jangan Dikapitalisasi

Akan tetapi, sejak pengelolaan dana haji beralih pada BPKH, alokasi investasi menjadi lebih luas. Merujuk pada peraturannya, investasi keuangan haji dapat melalui berbagai bentuk instrumen investasi yakni, surat berharga syariah, emas investasi langsung, dan investasi lainnya. Di mana status hukumnya belum jelas kesyar’iannya. Sehingga bercampurlah kelurusan niat ibadah dari jemaah yang dilandasi lillahi Ta’ala dengan bentuk pengelolaan yang kapitalisasi berbasis laba.

Begitu disayangkan hadirnya nafas kapitalisasi ikut menodai proses ibadah haji. Tata kelola dana haji pada akhirnya kentara dengan kapitalisasi yang tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Saw.

Sementara Islam hadir sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang mulia, ia hadir dengan kejelasan dalam prinsip-prinsip pengembangan harta yang bersifat khas. Prinsip mendasarnya, seorang pemilik harta (shahibul maal) dapat mengembangkan hartanya melalui kerja sama dengan pengelola harta (mudarib).

Adapun dalam konteks investasi dana para jemaah, jelas dinilai tidak memenuhi prinsip pengembangan harta dalam Islam. Dengan sendirinya, maqashid syariah (terwujudnya manfaat bagi umat) dalam tata kelola dana para jemaah justru buram dan tidak sesuai konteksnya dalam pengelolaan dana haji.

Dua persoalan yang mendesak untuk diselesaikan agar tata kelola dana haji transparan. Selain itu, juga agar pelaksanaannya sesuai dengan biaya riil, yaitu pengaturan kuota haji per tahun dan tata kelola yang berorientasi pada prinsip pengurusan urusan umat.

Adapun persoalan panjangnya antrean, ini pun wajib pemerintah selesaikan dengan segera mengingat banyak pula calon jemaah yang berusia senja. Cara yang ditempuh dengan menyediakan kuota yang nyata bukan banyak berwacana saja.

Saat ini, bertambahnya antrean setiap tahunnya juga karena pemerintah terus menerima setoran dana awal jemaah. Pemerintah sendiri memfasilitasi dengan memudahkan setoran awal dengan digit yang kian ringan. Wajar jika antrean bisa mencapai puluhan tahun. Belum lagi dengan adanya sistem pembagian haji khusus dan reguler, menjadi catatan tersendiri khususnya dalam penyediaan kuota jemaah haji.

Adapun berkenaan dengan tata kelola, termasuk biaya untuk menunaikan ibadah haji yang meliputi biaya keberangkatan, biaya hidup, pelayanan selama menjalankan ibadah, hingga kembali ke tanah air, hendaknya sesuai dengan biaya asli bukan spekulasi.

Oleh karena itu, perlulah untuk memastikan kuota sesuai target per tahun. Bukan dengan membiarkan pendaftaran yang terus memanjang hingga waktu tunggu yang mencapai puluhan tahun karena tergiur dana setoran awal untuk diinvestasikan.

Selain itu, dibutuhkan pula untuk melakukan edukasi berkelanjutan mengenai ibadah haji kepada masyarakat. Di sisi lain, pemerintah juga harus paham bahwa peruntukan dana haji para jemaah bukanlah untuk investasi atau melakukan pengembangan infrastruktur, meski dengan dalih memperhatikan aspek kehati-hatian guna mewujudkan maqashid syariah sebagaimana saat ini.

Sehingga sebuah kebutuhan mendesak agar pemerintahan merujuk pada landasan yang sahih juga bercermin pada Pemerintahan Islam untuk totalitas membenahinya. Karena pandangan kapitalisme dengan asas sekularisme yang sedang dipakai saat ini jelas telah menimbulkan kemudharatan pada calon jemaah haji pada khususnya juga umat pada umumnya.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button