Pandangan Islam tentang ‘Independent Women’
Belakangan ini, konsep independent women menjadi hastag yang menarik perhatian global. Independent women kerap kali dihubungkan dengan maskulinitas, kesetaraan gender, dan jiwa mandiri untuk mendorong pemberdayaan perempuan.
Meskipun konsep tersebut belum sepenuhnya meluruhkan stereotip patriarki, namun telah memicu perubahan sosial yang nyata. Seperti keputusan menikah dan memiliki anak.
International Women Day, sebuah selebrasi setiap 8 Maret memperkuat gagasan tersebut. Kampanye hastag Accelerate Action pada tahun ini bertujuan untuk mempercepat kesetaraan gender secara penuh yang diprediksi akan tercapai setelah lima generasi.
Berbagai strategi pemberdayaan di setiap bidang telah dirancang untuk mencapai keberhasilan. Namun, dibalik label independent women terdapat kesalahpahaman stereotip yang kerap melekat pada perempuan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang sekitar.
Apa Itu Independent Women?
Menurut Duan (2021) dalam prosiding International Conference on Humanities Education and Social Sciences, perempuan mandiri lahir dari sebuah dasar kemandirian ideologi.
Melalui kata hati dan memainkan peran sebagai perempuan yang sebenarnya (fitrah), seseorang dapat mencapai kemandirian pribadi, spiritual, dan bahkan ekonomi.
Namun, mengapa beberapa tindakan yang lahir akibat konsep ini justru menyalahi fitrahnya? Seperti fitrah merawat anak yang kerap dipindahtangankan dengan alasan pekerjaan.
Stereotip Positif dan Negatif
Stereotip merupakan pandangan umum yang bersifat kaku dan tidak akurat terhadap seseorang atau kelompok berdasarkan karakteristik tertentu.
Beberapa stereotip bernuansa positif yang sering dikaitkan dengan independent women diantaranya adalah kuat dan tangguh, berpendidikan tinggi dan sukses mengejar cita-cita, inovatif dan berorientasi pada profesi yang disandangnya. Meskipun demikian, beberapa stereotip negatif juga turut mendampingi, seperti egois, keras kepala, bahkan tidak membutuhkan pasangan.
Bagaimana Islam Memandang Independent Women?
Lahirnya konsep selebrasi independent women day bermula pada abad ke-20 di Amerika Utara dan Eropa oleh seorang komunis karena aksi demo pekerja wanita.
Hingga kini, tujuan peringatan tersebut adalah untuk mengapresiasi setiap pencapaian sosial ekonomi, budaya politik, dan perjuangannya dalam mencapai hak kesetaraan gender. Deskripsi tersebut seolah-olah menegaskan bahwa perempuan harus diselamatkan dari aturan Islam yang mengekang. Dan saat ini, Barat berhasil membajak pemikiran perempuan secara mayoritas untuk diberdayakan dalam label independent women dengan bingkai kapitalisme dan sekularisme.
Pemberdayaan ekonomi ala kapitalisme memegang prinsip meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Jumlah penduduk perempuan yang lebih tinggi dari laki-laki dimanfaatkan untuk menggerakkan roda perekonomian mereka. Para perempuan dipaksa keluar dari rumah untuk mencari sumber penghasilan karena tingginya biaya kehidupan saat ini. Padahal, di luar sana banyak tindakan kriminal yang mengintai. Tidak sedikit pula perempuan yang mengalami depresi dan kekerasan rumah tangga akibat kelelahan dalam bekerja.