Pansel KPK, “Koruptor” Itu Anti Radikalisme!
Sampai disini kita belum mendapatkan penjelasan yang konkrit tentang radikal itu ditunjukkan kepada orang seperti apa dan golongan yang bagaimana. Kita masih diberikan informasi yang kecil sekali nilainya, lalu disuruh membayangkan bahwa teroris seakan-akan mengancam Institusi KPK.
Sebab pernyataan Ketua Timsel Capim KPK bahwa “tidak ingin kecolongan”. Seakan-akan terorisme sedang mengepung institusi-institusi negara yang vital itu dengan massif. Selain menimbulkan ketakutan bahkan kegaduhan, juga bisa menimbulkan pemahaman dan penafsiran yang kekeliruannya akan meluas.
Kondisi ini patut menjadi perhatian kita bersama, karena KPK ini bukan hanya sebagai harapan bagi negara, tetapi telah menjadi harapan bagi kita semua untuk menegakkan moralitas pejabat yang sampai saat ini belum menampakkan kearah perbaikan.
Jadi untuk menegakkan moralitas, integritas dan semangat anti korupsi lembaga negara, Pimpinan KPK tidak hanya dituntut untuk mengkampanyekan anti korupsi, tetapi juga menjadi benteng moral, akidah, akhlak atau perilaku dan benteng bagi perekonomian nasional. Sehingga negara tidak kebocoran di dalam APBN dan berbagai hal lainnya yang menyangkut hajat hidup berbangsa dan bernegara.
Musuh Radikalisme Dibui karena Korupsi
Sudah berapa banyak elit-elit politik yang mengkampanyekan “saya Pancasila, saya Indonesia”, atau mereka yang selalu mengkampanyekan “lawan radikalisme” telah divonis bersalah atas tindak pidana korupsi?
Mulai dari Ketua Partai Politik, Anggota DPR, Pejabat Pemerintahan, yang rajin mengkampanyekan “anti radikalisme” dan “saya Pancasila” ditangkap dan diadili serta divonis.
Artinya orang yang mengganggap diri paling moderat hingga yang paling Pancasila ternyata mereka adalah “raja koruptor”. Lalu pantaskah mereka dikatakan sebagai orang moderat dan Pancasila? Menurut saya tidak ada orang yang benar-benar moderat dan yang Pancasilais menjadi koruptor. Tetapi Kenapa mereka menjadi koruptor?
Menurut saya mereka bukan Pancasilais dan bukan pula anti radikal, tetapi mereka menggunakan itu sebagai “isu murahan” untuk memojokkan pihak yang benar-benar dengan tulus membangun negeri ini. Untuk menghalau orang baik ini, dilabelkanlah dengan label-label yang buruk.
Koruptor itu tidak radikal dan berteriak saya Pancasila, tetapi mereka “merampok” uang negara atas dengan menggunakan nama Pancasila. Siapakah sebenarnya teroris itu? Apakah mereka yang mencuri ini, yang menyebabkan ekonomi tidak merata, disparitas pendapatan dan menyebabkan angka kemiskinan meningkat ini tidak disebutkan sebagai penjahat melebihi teroris?.
Jadi label yang dialamatkan Pansel KPK adalah “bahan usang” yang mau dihidupkan kembali untuk melegitimasi itikad mereka dalam menyeleksi Capim KPK.