Pasal 46 UU Ciptaker Hilang, Ahli Hukum: Salahi Aturan
Jakarta (SI Online) – Salah satu pasal dalam Omnibus RUU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR pada Rapat Paripurna 5 Oktober lalu tiba-tiba hilang setelah RUU tersebut diserahkan kepada pemerintah.
Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie, menegaskan pemerintah tidak sepatutnya mengubah apa pun yang termuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Sebab setelah UU itu diketok palu oleh DPR dalam Rapat Paripurna dan diserahkan ke presiden untuk diundangkan, maka pemerintah bisa memperbaiki dalam konteks jika ada “clerical error”.
Menghapus pasal seperti yang dilakukan Kementerian Sekretariat Negara, kata Ketua Mahkamah Konstitusi pertama itu, dapat dikatakan mengubah substansi undang-undang yang telah sah.
“Kalau sudah diketok palu, sudah selesai. Biasanya di berbagai negara ada toleransi tapi clerical error, misalnya titik koma. Kalau substansi ada kata yang dibuang, ditambah, apalagi pasal walaupun salah, biarkan saja. Kan sudah diketok palu,” ujar Jimly seperti dilansir BBC News Indonesia, Ahad (26/10/2020).
Senada dengan Jimly, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan pemerintah “telah secara terbuka dan terang-terangan menyalahi” Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang prosedur pembentukan undang-undang.
Feri mencurigai, pemerintah tidak hanya menghapus pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi, tapi ada kemungkinan penambahan pasal-pasal. Ini karena jumlah halaman yang berubah menjadi 1.187 dari sebelumnya 812.
“Makanya agak aneh ada pasal dihilangkan, jumlah juga berubah jadi 1.187 halaman. Jarak yang tidak masuk akal. Diakui hanya satu pasal yang dikurangi tapi malah jumlah halaman bertambah,” kata Feri Amsari.