Patungisasi Soekarno: Alat Propaganda PDIP
Usaha untuk membuat patung Soekarno terus dilakukan di seluruh tanah air. Rabu lalu (23/8) Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri meresmikan patung Soekarno di Sleman, Yogya. Patung ini setinggi enam meter.
Patung Soekarno saat ini ada di: Kementerian Pertahanan, Lembaga Pertahanan Nasional, Akademi Militer Magelang, Stadiun Gelora Bung Karno, Gerbang Bandara Soekarno Hatta, Semarang, Blitar, Solo, Bandung, Bukit Algoritma Sukabumi, Palu Sulawesi Tengah, Yogyakarta dan Bandar Lampung.
Di Bandung, rencana pendirian patung Soekarno di GOR Saparua ditentang keras ormas-ormas Islam. Yang menentang antara lain: Aliansi Perjuangan Islam (API), Forum Silaturahmi Organisasi Islam (FSOI), Hidayatullah, Syarikat Islam, HW Muhammadiyah, KB PII, APIB, Gerakan Muslimat, Forum Pesantren, Al Irsyad, Syuro dan Advokasi FPI, Anshorullah, Dewan Dakwah Bandung, Al Irsyad Bandung dan lain-lain.
Selain di GOR Saparua, patung Soekarno juga rencana akan dibangun di Bandung Freedom Park, kawasan perkebunan teh Walini, Kabupaten Bandung Barat. Patung ini nantinya didesain dengan gambaran Soekarno duduk sambil berpikir menghadap ke kota Bandung.
Patung dan berbagai proyek lainnya di perkebunan Teh Walini ini diduga menelan anggaran sampai Rp20 triliun. Selain patung, nanti juga dibangun perumahan, perkantoran, pusat bisnis yang saling terintegrasi. Luas proyek yang akan dibangun ini seperti Kota Baru Parahiyangan, 1270 hektare.
Propaganda PDIP
Seperti diketahui PDIP mempunyai ideologi Soekarnoisme. Mereka ingin menyebarkan ajaran Soekarno seluas-luasnya. Mereka ingin biografi, karya dan peninggalan Soekarno menjadi sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Maka jangan heran mereka terus membuat publikasi, buku, film, patung dan lain-lain untuk mempropagandakan Soekarnoisme.
Sejarah PDIP dapat dirunut mulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno pada 4 Juli 1927. Pada era Orde Baru, PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan itu kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.
Megawati dan tim PDI kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999.
PDIP menyadari bahwa meskipun partainya leburan dari beberapa partai non Islam, tapi mereka bergerak di kalangan mayoritas Islam, sehingga mereka menampung beberapa aspirasi umat Islam. Seperti membentuk wadah Baitul Muslimin, membangun masjid di depan kantor lamanya di Lenteng Agung, membuat buku Soekarno dan Islam dan lain-lain.
Tapi sayangnya kesadaran menampung aspirasi Islam ini setengah-setengah atau bisa dikatakan kecil. Contohnya yang mutakhir terus gencarnya pendirian patung Soekarno di berbagai daerah di tanah air.
Megawati tentu tahu bahwa banyak kalangan Islam yang tidak menyukai Soekarno. Terutama kalangan Islam yang faham sejarah. Soekarno bagi umat Islam adalah problematik. Ada jasanya untuk kemerdekaan Indonesia, tapi dosa-dosa politiknya bagi umat Islam juga cukup banyak.
Hamka mengritik Soekarno hanya pandai beretorika belaka. Mohammad Roem meragukan kejujuran Soekarno dalam biografinya. Mohammad Hatta mengritik Soekarno karena menerapkan demokrasi terpimpin dan mengundurkan diri jadi wakil presiden pada 1956.
Baca: Hitam Putih Presiden Soekarno