NUIM HIDAYAT

Patungisasi Soekarno: Alat Propaganda PDIP

Umat Islam tidak akan lupa bahwa Soekarno tidak membacakan pembukaan UUD 1945 dalam proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Padahal ada kesepakatan di Panitia Sembilan BPUPK, naskah itu yang harus dibaca nanti bila kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Yang dibaca adalah coretannya sendiri hasil kesepakatannya dengan perwira Jepang Laksamana Maeda.

Tanggal 18 Agustus 1945 Soekarno memimpin sidang pencoretan kata Islam di pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Tahun 1960 Soekarno membubarkan partai Islam terbesar saat itu, partai Masyumi dan kemudian memenjarakan tokoh-tokohnya. Ia juga membubarkan media Islam terbesar saat itu, yaitu koran Abadi milik Masyumi.

Soekarno pintar berorasi tapi miskin dalam tindakan. Hamka menyorot kesenangan Soekarno berpidato mengumpulkan massa, padahal rakyat di berbagai daerah saat itu mengalami kemiskinan yang cukup parah. Belum lagi syahwat Soekarno terhadap perempuan yang masyarakat umum sudah mengetahuinya. Lukisan-lukisan ‘wanita telanjang’ di Istana Bogor kesenangan Soekarno, pernah diekspos media massa.

Melihat dosa-dosa politik Soekarno terhadap umat Islam, harusnya PDIP menyadari. Tidak ngotot terus mempropagandakan Soekarnoisme dimana-mana. Bagi umat Islam yang faham sejarah, maka mereka lebih mengidolakan Mohammad Natsir daripada Soekarno. Lebih mengidolakan Hamka daripada Soekarno. Lebih mengidolakan Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari daripada Soekarno.

Seorang idola selain dilihat dari kaya-katanya, harus dilihat pula akhlak atau perilakunya. Bila perilakunya banyak tidak terpuji, maka tidak layak ia diidolakan. Mungkin ada yang mengidolakannya, tapi yang mengidolakan itu orang-orang korup terhadap sejarah atau ada misi tertentu yang tidak baik.

Soekarno juga disorot keberpihakannya terhadap Islam, dalam penentuan hari libur nasional. Seperti, ia lebih memilih Ki Hajar Dewantoro sebagai tokoh pendidikan nasional daripada KH Ahmad Dahlan atau KH Hasyim Asy’ari. Begitu pula ia lebih memilih Gerakan Budi Utomo sebagai pelopor kebangkitan Indonesia daripada Gerakan Sarekat Islam. Padahal Soekarno remaja dididik bertahun-tahun di rumah Tjokroaminoto di Surabaya. Mungkin perceraiannya dengan Oetari putri Tjokro dan pendidikan mahasiswanya oleh profesor-profesor Belanda, menjadikan nilai-nilai yang diajarkan Tjokro sedikit membekas dalam dirinya.

Baca juga: Setop Patungisasi Soekarno di Seluruh Tanah Air

Sekali lagi melihat dosa-dosa politik Soekarno terhadap umat Islam, tidak layak ajaran Soekarnoisme terus digaungkan. Apalagi dibuatkan patungnya dimana-mana. Soekarnoisme silakan saja PDIP mempercayainya, tapi biarkan mayoritas umat Islam di tanah air tetap berpegang teguh pada Islam. Pada Al-Qur’an Hadits dan ijtihad ulama yang shalih. Biarkan umat Islam mempunyai idola sendiri yang dapat menjadi panduan hidup untuk kebahagiaan dunia akhirat. Jangan diarahkan umat Islam mempunyai idola seorang tokoh yang tidak bisa mengendalikan nafsu syahwatnya.

Bila PDIP berani membuat patung Soekarno dimana-mana, jangan takut kepala-kepala daerah yang Muslim membuat kaligrafi dimana-mana. Patung bukan budaya Islam, kaligrafi budaya Islam.

Kaligrafi jauh lebih bermakna daripada patung. Kaligrafi Al-Qur’an jauh lebih bermakna daripada patung Soekarno. Saatnya ulama dan kepala-kepala daerah Muslim menggencarkan pembuatan kaligrafi dimana-mana. Jangan takut dicap sektarian. Mereka saja tidak peduli mayoritas kaum muslim tidak suka patung Soekarno. Saatnya bergerak dan berani bertindak. Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Wakil Ketua Majelis Syura Dewan Da’wah Depok.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button