INTERNASIONAL

Pejabat HAM PBB Desak Kejahatan terhadap Rohingya Bisa Diakhiri

Jakarta (SI Online) – Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mendesak Myanmar untuk mengambil tindakan segera terhadap kondisi Rohingya yang tidak mempunyai kewarganegaraan.

Berbicara pada sesi ke-41 Dewan HAM PBB, Kate Gilmore mengatakan pemerintah Myanmar harus menyediakan lingkungan yang diperlukan untuk kembalinya Rohingya.

“Kondisi yang kondusif untuk pengembalian pengungsi belum ada dan implementasi program-program di bawah Nota Kesepahaman sangat terbatas,” kata Gilmore.

Dia mengatakan bahwa lebih dari 730.000 orang hidup dalam kondisi kemanusiaan yang buruk di Bangladesh sebagai pengungsi.

Gilmore juga mendesak pemerintah Myanmar untuk memastikan bahwa kejahatan berat yang telah dilakukan terhadap Rohingya, dan sekarang komunitas etnis Rakhine, diselidiki dengan baik, transparan, tidak memihak dan sepenuhnya dan bahwa mereka yang bertanggung jawab diproses sesuai aturan hukum.

“Myanmar harus membangun proses yang kredibel untuk mengakui status kewarganegaraan Rohingya dan kondisinya yang kondusif untuk kembalinya semua pengungsi ke tempat asal mereka sesuai dengan hukum internasional,” tutur dia.

Masyarakat yang teraniaya

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan yang terus meningkat sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.

Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.

Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’

Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.

PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personil keamanan.

Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

sumber: anadolu

Artikel Terkait

Back to top button