Pejabat Muslim, Jangan Gunakan Salam Lintas Agama!
Kamaruddin menambahkan bahwa di negara yang sangat beragam atau multikultural, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing.
“Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama,” tegasnya.
Pendapat Kamaruddin ini lemah. Salam lintas agama tidak berpengaruh besar terhadap toleransi. Salam lintas agama baru muncul di masa pemerintahan Jokowi atau sebelumnya Megawati. Presiden presiden sebelumnya tidak pernah menggunakan salam lintas agama. Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur dan SBY menggunakan Assalamualaikum saja. Tidak pernah mereka mencampur salam Islam ini dengan om swastiastu, rahayu, salam kebajikan, namo budhaya dan lain-lain.
Salam lintas agama ini nampaknya ingin menggusur budaya Assalamualaikum yang telah menjadi budaya umat Islam (nasional). Makna salam Islam yang indah itu ‘ternodai’ dengan campuran salam dari agama lain. Kalau merunut pada Rasululullah dan para sahabat, maka mereka tidak pernah mencontohkan salam lintas agama.
Al Quran menyatakan, “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah dengan yang sepadan. Sesungguhnya Allah Maha Memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa ayat 86)
Rasulullah mengajarkan kalau ada orang mengucapkan assalamualaikum jawablah waalaikumsalam warahmatullah. Kalau ada yang mengucapkan assalamualaikum warhamatullah jawablah waalaiikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Bila yang digunakan adalah salam lintas agama, bagaimana umat Islam harus menjawabnya? Tentu tidak ada sunnahnya. Karena salam itu sendiri bertentangan dengan perintah Rasulullah Saw.
Bahkan, Rasulullah pernah menyatakan,
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – لَا تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
Dari ‘Ali ra pula, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Jika kalian bertemu dengan mereka di jalan, maka persempitlah jalan mereka.” [HR. Muslim, no. 1319]
Juga berdasarkan riwayat dari Aisyah ra. bahwa Nabi Saw bersabda, “Tidak ada sesuatu yang membuat kaum Yahudi merasa dengki/iri kepada kalian, seperti mereka iri kepada kalian atas ucapan salam dan amin.”
Makanya ada tuntunan, kalau dalam sebuah pertemuan ada berkumpul orang Islam dan non Islam, kitab oleh mengucapkan salam Islam. Kalau dalam pertemuan itu berkumpul non Islam semua, maka kita tidak usah mengucapkan salam, atau kita ucapkan selamat pagi atau salam nasional lain. Kita tidak menggunakan salam agama lain, karena salam adalah doa dan doa ada tuntunannya dalam Islam.
Salam lintas agama dengan alasan untuk kerukunan umat beragama juga aneh. Umat Islam Indonesia sejak sebelum merdeka menggunakan salam Islam, selalu menjaga kerukunan hidup dengan umat beragama lain. Terjadinya konflik antarumat beragama bukan karena faktor salam. Jadi tidak ada korelasi hubungan antara salam lintas agama dan kerukunan. Salam lintas agama justru adalah awal perusakan akidah. Awal perusakan keyakinan umat Islam, bahwa Islam adalah satu-satunya agama wahyu.
Allah berfirman, “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri).” (QS Fushilat 33).
Para pejabat Muslim, saatnyalah berani menyatakan bahwa saya Muslim. Saya membawa kebaikan bagi alam sekitar. Kalau pejabat Muslim tidak berani berikrar bahwa dirinya Muslim, terus apa yang dibanggakan pejabat itu? Wallahu alimun hakim. []
Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik