Pelajar Cermerlang: Berkepribadian Islam, Cendekia dan Pemimpin
“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al-Kahfi ayat 13)
Pada dasarnya karya itu ada karena adanya keresahan. Apapun bentuk keresahannya, siapapun pasti ingin agar keresahan itu bisa segera selesai. Karena hidup dengan keresahan, tidaklah nyenyak. Selalu terganggu, selalu terpaku, dan tidak ada komentar lagi.
Hari ini saya banyak menemukan orang-orang bingung saat ditanya apa keresahannya. Saya rasa sebenarnya mereka bukan bingung atau tidak bisa menjawab, cuma belum terbiasa saja. Perlu dibiasakan makanya.
Kalo kita lihat zaman dahulu, orang-orang tua kita sepertinya jago sekali kalo ngobrol soal kesusahan-kesusahan. Di sawah, di tempat pencucian umum ibu-ibu, halaman Rumah dan lain sebagainya. Mereka seloroh saja melakukannya, masa bodo, efeknya mau kaya gimana juga.
Sing penting mereka ada obrolan, nyambung terus tongkorongan. Kuat mental juga mereka. Lihat saja, istilah pundungan atau bawa perasaan (baper) keberadaannya juga adanya baru-baru ini kan. Dulu mah kaga ada. Yang ada juga dulumah Jantel dan Taktis. Jika masalah cuma bisa diselesaikan lewat adu otot, adu otot mereka sampe tuntas. Begitu pula jika masalah cuma bisa diselesaikan nya lewat adu mulut, adu mulut pula mereka. Tergantung sebesar apa masalahnya.
Tapi saya tidak mau ngomong bahwa anak-anak hari ini kehilangan mental. Tidak. Hanya saja proses mengasah emosionalnya saya rasa belum kelihatan.
Nah, karena perjalanan kita diawali dengan keresahan tadi, maka itulah yang saya resahkan kawan-kawan. Saya punya keresahan, agar pelajar hari ini tidak boleh cemen. Bukti pelajar hari ini tidak cemen itu bukan pada seberapa dia berani dalam tawuran, bukan. Itumah stimulus konyol saja kawan kawan.
Keberadaan dan keberanian yang sesungguhnya pelajar itu ada pada kukuhnya mereka di dalam menuntaskan kerusakan-kerusakan moral, karakter, budaya intelektual dan lain sebagainya.
(Mukhlas Nasrullah)